Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event . Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik. Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...
Sumber : pixabay.com Sudah tahun 2024, namun pemerataan pendidikan masih jadi PR di negeri ini . Negeri yang punya potensi besar, namun masyarakatnya masih jauh dari mimpi SDM yang berkualitas. Namun kita tak patut hanya mengkritik tanpa ada aksi nyata. Ada cerita yang sering aku dengar dari Ayahku, saat aku kecil. Dulu, ayahku bercerita bahwa ia sangat ingin sekali mengenyam pendidikan hingga Perguruan tinggi. Saat itu, ayahku adalah seorang siswa SMK. Namun saat beliau masih kelas dua, keinginannya untuk bisa masuk perguruan tinggi harus kandas karena perubahan kebijakan di negeri ini. Beliau pun akhirnya bertekad agar semua anaknya bisa merasakan belajar hingga ke perguruan tinggi dan mimpi itu terwujud. Semua anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Jika ayahku punya mimpi agar semua anak-anaknya bisa merasakan bangku kuliah, maka begitupun yang dilakukan oleh Bhrisco Jordy Dudi Padatu. Pemuda kelahiran Jayapura yang punya s...