Langsung ke konten utama

Membangun Asa Pemerataan Pendidikan di Wilayah Timur Indonesia bersama PFP


Sumber : pixabay.com

Sudah tahun 2024, namun pemerataan pendidikan masih jadi PR di negeri ini . Negeri yang punya potensi besar, namun masyarakatnya masih jauh dari mimpi SDM yang berkualitas. Namun kita tak patut hanya mengkritik tanpa ada aksi nyata. 

Ada cerita yang sering aku  dengar dari Ayahku, saat aku kecil. Dulu, ayahku  bercerita bahwa  ia sangat ingin sekali mengenyam pendidikan hingga Perguruan tinggi. Saat itu, ayahku adalah seorang siswa SMK. Namun saat beliau masih kelas dua,  keinginannya untuk bisa masuk perguruan tinggi harus kandas karena perubahan kebijakan di negeri ini. Beliau pun akhirnya bertekad agar semua anaknya bisa merasakan belajar hingga ke perguruan tinggi dan mimpi itu terwujud. Semua anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. 

Jika ayahku punya mimpi agar semua anak-anaknya bisa merasakan bangku kuliah, maka begitupun yang dilakukan oleh Bhrisco Jordy Dudi Padatu. Pemuda kelahiran Jayapura yang punya semangat kuat untuk mengubah kondisi anak-anak di sekitarnya agar bisa merasakan duduk di bangku sekolah. Jordy, begitu ia biasa dipanggil adalah penggagas Papua Future Project (PFP) yang punya komitmen kuat agar anak-anak Papua juga bisa bersekolah.

22 tahun ia tinggal dan besar di Manokwari, ia melihat kondisi pendidikan di Papua saat ini yang masih jauh dari kata memadai. Meski begitu, ia sangat bersyukur bisa mengenyam pendidikan hingga mendapat gelar Bachelor of Arts, program studi International Relations and Affairs. 

Oleh sebab itu, Jordy sangat ingin semua pelajar bahkan anak-anak di Papua memiliki kesempatan yang sama dalam menimba ilmu setinggi mungkin.

PFP : Gerbang Pertama bagi Anak Di Pulau Mansinam

Pendidikan adalah hak segala bangsa. Mungkin, itulah kalimat yang sering kita dengar terkait akses pendidikan di Indonesia. Kalimat yang mungkin sering kita dengar atau kita baca dalam pembukaan UUD 1945 hingga banyak yang mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia sudah merata hingga ke berbagai kalangan.

Namun realitanya tak demikian. Masyarakat kita bahkan anak-anak di negeri ini masih ada yang buta huruf. Hal ini dibuktikan dengan data angka buta huruf yang masih ada di Indonesia. Mengacu pada hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susesnas) tahun 2021, masih ada 1,56 persen atau 2,7 juta orang penduduk negeri ini yang buta huruf. Meski jumlah tersebut menurun jika dibandingkan dengan data buta aksara tahun 2020, Namun kita patut prihatin karena masih ada anak-anak di negeri ini yang tak memiliki akses pendidikan. Sebab nyatanya, kesenjangan pendidikan masih terjadi di Indonesia tak terkecuali Provinsi Papua. 

Provinsi Papua bahkan menjadi provinsi dengan rata-rata persentase buta huruf tertinggi di Indonesia. Menurut data BPS pada 2022, Provinsi Papua memiliki 17,64 persen warganya belum mengenal huruf atau buta huruf. Angka tersebut meliputi 19,45 persen perempuan dan 16,04 persen laki-laki.

Salah satu lokasi yang mengalami hal tersebut adalah Pulau Mansinam di Papua Barat. Anak-anak di pulau tersebut bisa dikatakan mengalami ketertinggalan di bidang pendidikan. Aksesnya, bahkan masih tidak memadai. Padahal Pulau Mansinam hanya berjarak sekitar 6 km atau hanya 15 menit perjalanan dari ibukota Provinsi Papua Barat, Manokwari. 

Inilah yang menggetarkan hati Jordy untuk membangun Pulau Mansinam dengan menggagas PFP.  Ia bersama dengan para volunteer memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari yang belum menguasai pelajaran dasar.

Pendidikan merupakan suatu hal fundamental yang berperan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui Papua Future Project, kami ingin memberikan kesempatan yang sama kepada anak-anak dalam mengakses pendidikan dan menurunkan angka buta huruf di masyarakat adat yang ada di Papua Barat demi memajukan peradaban Papua ke depannya,”

"Akses pendidikan bagi anak-anak di Pulau Mansinam yang cukup memprihatinkan ternyata menggetarkan hati Jordy. Bersama Papua Future Project, Jordy memiliki misi untuk membuat pendidikan anak-anak di Pulau Mansinam jauh lebih baik."

Selain karena wilayah tersebut adalah wilayah yang paling dekat dengan tempat ia tinggal, salah satu alasan mengapa pulau Mansinam dipilih sebagai proyek awal dalam PFP adalah karena keterbatasan jumlah guru yang menjadikan proses belajar mengajar masih belum memadai. Kadang bisa mengajar sampai beberapa mata pelajaran, serta akses yang cukup sulit dalam menjangkau Pulau Mansinam menjadi faktor utama krisis pendidikan di Pulau Mansinam ini. 

Selain itu, kurikulum yang digunakan di sini juga masih menggunakan kurikulum lama. Bukan Kurikulum Merdeka yang saat ini gencar digaungkan oleh pemerintah.

Ada beberapa kegiatan yang dijalankan dalam program Papua Future Project. 

1. Bimbingan belajar materi dasar. Anak-anak di Pulau Mansinam diajarkan secara intensif belajar berhitung, membaca dan menulis  Penyampaian materi dilakukan sambil bermain bersama agar pelajaran tidak membebani anak-anak.

2. Tak hanya memberi materi dasar, anak-anak juga juga diberikan materi pendidikan kesehatan, lingkungan, pengembangan diri hingga dampak perubahan iklim. Pembelajaran dibalut dalam kurikulum kontekstual. Dimana materi yang diberikan dekat dengan keseharian mereka.

3. Donasi buku dan Literasi Keliling

Papua Future Project juga mengadakan donasi buku dan literasi keliling.Tak hanya Pulau Mansinam, program kedua ini dilakukan juga sampai ke Raja Ampat hingga Tambrau. Kata Jordy, ia melakukan ini demi memberikan pengaruh besar di banyak pelosok sembari berlibur.

4. Kolaborasi bersama UNICEF

Tak bergerak sendirian, Papua Future Project juga berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam menjalankan programnya. Salah satunya adalah UNICEF. Bersama UNICEF, Papua Future Projet mengajarkan anak-anak tentang kesehatan, seperti cara mencuci tangan, kesehatan reproduksi hingga pentingnya imunisasi.

Edukasi mengenai imunisasi di Pulau Mansinam menjadi bagian dari program ini sebab upaya vaksinasi sempat terkendala dengan banyaknya hoaks yang beredar, terlebih saat masa pandemi COVID-19. Banyak warga yang enggan vaksinasi karena takut meninggal dunia.

Pembelajaran dilakukan seminggu sekali. Tak ada pungutan biaya. Tidak hanya berfokus di Pulau Mansinam, Jordy dan rekan-rekannya ternyata juga mulai menjangkau sejumlah wilayah terpencil lainnya di Papua Barat dan Papua Barat Daya. Di kampung-kampung ia mendirikan pojok baca dan menggencarkan program donasi buku. Sudah ada 13 kampung dan 700 anak yang merasakan dampak positif dari program Papua Future Project. Ada 250 relawan dari seluruh Indonesia yang bergabung, baik secara langsung maupun daring.

ASTRA Wujudkan Komitmen Bhrisco Jordy Mengembangkan  PFP

Semangat Bhrisco Jordy dalam upaya mengubah nasib pendidikan anak-anak di pelosok Papua ternyata berbuah manis. Jordy  terpilih sebagai salah satu penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards tahun 2022 di bidang pendidikan.

SATU Indonesia Awards merupakan penghargaan dari Astra bagi pemuda berusia sampai 35 tahun yang memiliki kegiatan dengan dampak positif terhadap masyarakat. Tak hanya itu, kegiatan positif tersebut juga harus memiliki kriteria sustainability atau keberlanjutan.

Apresiasi Astra ini tentunya menjadi harapan baru bagi Jordy. Ditengah tantangan membangun Papua Future Project yang pastinya tidak mudah maka melalui program ini, penerima apresiasi bisa berkesempatan untuk mendapat bantuan program, pelatihan hingga kesempatan kolaborasi dengan Desa Sejahtera Astra dan Kampung Berseri Astra. 

Semoga apa yang menjadi semangat Jordy menghapus ketimpangan pendidikan, juga menjadi semangat bagi yang lain. 


#LFAAPADETIK2024 #PemerataanPendidikan #LombaAstra

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Aktif kembali!

  sudah lebih dari setahun lewat beberapamhari akhirnya saya kembali membuka blog ini. tulisan pertama tahun ini, kira-kira tentang apa ya?  akhirnya diputuskan bahwa tulisan tahun ini akan dimulai tentang serba-serbi ilmu tentang rumah tangga. kenapa? karena kajian atau ilmu rumah tangga masih sangat sedikit. padahal ilmu rumah tangga ini sangatlah penting. tidak kalah pentingnya dengan ilmu parenting. So, tunggu postingan selanjutnya ya.  Jangan lupa follow blogku ya 😘 sekian