Langsung ke konten utama

BUNDA, RELAKAN ANANDA UNTUK MENIMBA ILMU


(Photo by flickr.com)


Liburan semester dan kenaikan kelas kini sudah di ujung waktu. Beberapa sekolah baik sekolah islam maupun sekolah umum mulai didatangi oleh para siswa baik siswa baru maupun siswa lama.  Pemandangan inipiun juga terlihat di pondok-pondok pesantren yang lebih dulu tahun ajaran baru.  Beberapa orang tua ikut mengantar "kepergian" para ananda untuk menuntut ilmu.

Ada suasana haru yang tampak diantara mereka ketika para orang tua -wali santri baru- 'melepaskan' para ananda untuk menimba ilmu terutama para bunda.  Hal ini tentulah sangat wajar sebab diantara kita para orang tua merasa khawatir dan belum terbiasa jika anak jauh dari kita. Para bunda akan memikirkan ketika sang anak telah tak disisinya selama beberapa waktu yang bisa jadi terhitung tidak sebentar.  Namun tentu ketidakinginan sang ibunda jauh dari anaknya bukan menjadi penghalang untuk mengantarkan anak-anak mereka tinggal di asrama (mondok). Sebab dibalik itu, ada harapan yang begitu besar dari kita para bunda agar kelak anak-anak kita akan menjadi generasi muslim terbaik penjaga islam.

Maka hakikatnya para orangtua perlu menanamkan pada diri ananda kita untuk tegar dan sabar dalam menuntut ilmu. Ada visi besar yang harus kita tanamkan dan terhujam dalam diri anak anak kita bahwa suatu saat mereka adalah calon penerus bukan sekedar bagi orangtuanya tetapi juga untuk peradaban mulia yakni islam.

Rasa haru dan sedih melepaskan mereka sejatinya hanya ungkapan kasih sayang bukan ratapan karena jauh dari anak-anak kita.  Agaknya kita perlu menceritakan bagaimana generasi terdahulu mampu menjadi generasi yang kuat dan kokoh pada masanya bahkan tak sedikit dari mereka menjadi ahli ilmu yang luar biasa.  Salah satu kisah yang bisa kita petik hikmah adalah kisah Imam Syafi'i ketika sang ibunda bertekad kuat menjadikan Syafi'i kecil menjadi seorang ulama besar di zamannya hingga dikenal oleh kita sampai hari ini.  Imam Syafi'i yang saat ini dikenal sebagai imam besar dan hasil ijtihadnya banyak dijadikan rujukan adalah seorang anak yang lahir di irak bahkan Syafi'i kecil adalah seorang anak yatim yang miskin.  Namun ibundanya punya keinginan yang kuat bahwa kelak anaknya harus menjadi imam besar islam.  Hingga akhirnya sang ibunda memutuskan untuk mengantarkan imam syafii untuk belajar ke Madinah.  Padahal jarak antara Irak dan Madinah sekitar 500 kilometer.  Sungguh jarak  ratusan kilometer  tak menyurutkan tekad sang ibunda agar bisa mengantarkan anaknya ke negeri yang saat itu menjadi pusat ilmu.  Hingga akhirnya imam syafii berhasil mewujudkan cita-citanya.

Dari kisah Imam Syafi'i terlihat bahwa dukungan dan visi besar yang dimiliki sang ibunda menjadi salah satu faktor kuat keberhasilan Imam Syafi'i.  Oleh karenanya penting bagi kita para orang tua menanamkan visi besar pada anak-anak kita.  Antar dan relakan ia untuk menimba ilmu sebanyak yang dia mampu bahkan biarkan anak-anak kita merantau sejauh yang ia mampu seperti apa yang pernah dipesankan imam Asy Sya'bi kepada kita saat ia ditanya bagaimana ia mampu memperoleh ilmu yang luar biasa.
Suatu ketika asy-Sya’bi ditanya :  قيل للشعبي رحمه الله : من أين لك هذا العلم كله
"Bagaimana anda bisa mendapatkan ilmu yang begitu banyak ?"
قال: بنفي الاعتماد، والسير في البلاد، وصبر كصبر الجماد، وبكور كبكور الغراب
    Maka beliau menjawab : “ Dengan tidak bergantung kepada seseorang, berjalan ke negeri-negeri, bersabar seperti sabarnya benda mati, dan berpagi-pagi seperti burung gagak. “


Sungguh harapan agar anak-anak kita menjadi seorang ahli ilmu adalah harapan semua orangtua. Sebab kelak anak-anak kita menjadi penyelamat bagi kita tak hanya di dunia namun juga di akhurat.  Wallahu'alam. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...