Langsung ke konten utama

Menanti Fajar Keadilan

Oleh : Dwi P. Sugiarti

73 tahun merdeka

Negeriku lepas dari sekat penjajahan

Tapi hari ini aku bertanya

Tentang arti keadilan

Kekuasaan bak singa yang kelaparan

Melahap siapapun yang dating

Merdeka harusnya berkeadilan

Bukan malah hilang dimakan oleh petang

Hari ini aku melihat

Tentang potret diskriminasi

Keadilan telah tersekat

Padahal kami hidup di alam demokrasi

Belum lagi...

Potret buram aparat tak bisa ditutupi

Penegak hukum tapi terjerat korupsi

Jika sudah begini..

Siapakah penegak hukum kami?

Wahai Pak Presiden yang kami hormati

Akankah ini terus jadi santapan kami?

Kazaliman tak henti di depan mata kami

Seolah kami tak lagi berarti

Wahai Presiden sang pemimpin tertinggi

Kuharap, ini bukan akhir cerita kami

Sebab kami masih menanti

Fajar keadilan di depan mata kami

Keterangan :

puisi ini berangkat dari fakta tentang potret buram dunia peradilan negeri ini. Tercatat sepanjang tahun 2018 ada 2809 pengaduan ke Bawas MA terhadap aparatur peradilan. Perilaku menyimpang tersebut antara lain Kasus OTT KPK (Korupsi) hingga pelanggaran etik seperti perselingkuhan. (sumber : detiknews.com, 5/12/2018)

di sisi lain keadilan hari ini seperti dua mata pisau. Tumpul ke atas tapi tajam ke bawah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...