Langsung ke konten utama

Pentingnya Menumbuhkan Minat Anak Di Lingkungan Keluarga dan Masyarakat Untuk Membentuk Budaya Literasi

Di era revolusi industri 4.0 kemajuan teknologi informasi dan pelayanan publik menjadi sangat pesat dan mudah untuk diakses melalui fitur-fitur digital yang ada. Di sisi lain hal tersebut ikut mengubah gaya hidup masyarakat kita hari ini. Sebagian masyarakat kita menjadi terfokus pada gadget. Dan dalam perkembangannya hari ini orang lebih suka mengakses sosial media dibanding membaca. 

Data yang saya peroleh dari situs  Kominfo mengungkapkan Fakta : pertama, UNESCO menyebutkan Indonesia berada di urutan kedua dari bawah soal literasi dunia. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca!. Bahkan riset berbeda bertajuk World's Most Literate Nations Rangked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung membaca, peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Kedua60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Artinya, dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. 

Di sisi lain meski minat baca buku rendah tapi data wearesocial per Januari 2017 mengungkap orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran dalam hal kecerewetan di media sosial orang Indonesia berada di urutan ke 5 dunia. (www.kominfo.go.id, 10/10/2017) 

Oleh karenanya penting bagi kita terutama orang tua menanamkan minat baca pada anak. Namun, seringkali orang tua bingung bagaimana mengarahkan generasinya untuk mempunyai minat baca. Maka hal yang perlu dilakukan oleh para orang tua adalah bukan sekedar menyediakan fasilitasnya tapi perlu untuk menumbuhkembangkan minat anak pada sesuatu. Orang tua tidak perlu memaksakan kehendak anak. Yang perlu dilakukannya adalah dengan mengarahkan anak-anak mereka untuk memiliki minat, apapun itu. Sehingga saat anak sudah memiliki minat tertentu maka dengan sendirinya ia akan mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan minatnya. Sehingga bukan hal mustahil anak akan mencari segala referensi baik dalam fitur-fitur digital maupun buku dalam bentuk fisik. Jika minat sudah terbentuk, maka orang tua pun akan mudah menyediakan fasilitas yang mendukung minat anak. 

Di sisi lain peran orang tua dalam keluarga harus pula didukung penuh oleh masyarakat sekitar. Jangan sampai saat para orang tua sudah memiliki semangat yang positif untuk mengarahkan anak-anak mereka untuk menemukan minat, justru masyarakat acuh tak acuh. Lalu bagaimana mengoptimalkan peran masyarakat dalam upaya ini? Masyarakat bisa turut membantu dengan cara membentuk komunitas-komunitas berdasarkan minat anak. Selain itu untuk memunculkan budaya literasi disediakan pula perpustakaan bisa juga dalam bentuk perpustakaan keliling atau buku elektronik yang mudah diakses oleh anak. Dengan adanya sinergisitas ini, diharapkan anak dan masyarakat pada umumnya dapat terbentuk budaya literasi. 

#sahabatkeluarga 
#literasikeluarga


Sumber foto : www.merries.co.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...