Langsung ke konten utama

Mengingat Mati Adalah Kebutuhan Jiwa

Kematian adalah sesuatu yang pasti. Ulama kondang, Ustadz Maheer Ath Thuwailibi yang beberapa waktu lalu dikabarkan meninggal, beliau meninggal pada usia yang terbilang muda yakni 28 tahun. Begitu mendadak dan tentunya publik merasa kaget atas kematian beliau. Sebab sebelumnya, pasca beliau di penjara akibat kasus penghinaan habaib, keberadaannya bak ditelan bumi.  Hingga akhirnya berita kematian itu ramai diberitakan. 
Kita memang  tahu bahwa kematian akan datang pada siapa saja karena ia adalah sesuatu yang pasti 

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185).

Namun sedikit dari kita yang sadar bahwa waktu kedatangannya adalah hal misteri. Tak ada satupun manusia yang hidup di bumi ini mengetahui kapan kematian itu datang. Entah saat usia muda atau tua, dalam kondisi sakit atau sehat dan bahkan siap atau tidak siap. Padahal hakikatnya kita sama-sama sedang menunggu antrian. Menunggu giliran. Hanya kita tak tau, antrian ke berapa diri kita. 

Di dunia ini, tak ada yang siap menghadapi mati. Karena sebagian kita berpikir bahwa kematian masih jauh dari diri kita apalagi untuk kita yang masih berpikir panjang usia. Padahal sejatinya kita mesti belajar bahwa usia berapapun adalah usia yang bisa saja Allah cabut nyawa dari raga kita. 

Sehingga, bukan hal yang berlebihan ketika saya mengatakan bahwa mengingat kematian adalah bagian dari kebutuhan jiwa. 
Mengapa?
Karena setiap kita pasti merasa khawatir saat mendengar berita kematian apalagi orang-orang yang dekat dengan kita atau kita mengenalnya. Saat orang-orang dekat kita meninggal, jiwa kita akan merasa terguncang
"Tidakkah kematian begitu sangat dekat?"
Rasa khawatir itulah yang  kemudian membuat saya berpikir jiwa kita perlu untuk selalu mengingat mati. 

Tentu bukan sekedar mengingat bahwa kematian itu pasti datang kepada kita. Tapi bagaimana kita memandang bahwa saat kita mengingat kematian, maka itu akan berefek pada kehati-hatian kita dalam bertindak dan berucap selama hidup di dunia. 

Kita akan semakin sadar bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara dan ujungnya adalah kematian.  inilah yang akan membuat kita berpikir bahwa tak boleh ada hal yang tak manfaat yang kita lakukan selama hidup di dunia. Wallahu'alam.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Aktif kembali!

  sudah lebih dari setahun lewat beberapamhari akhirnya saya kembali membuka blog ini. tulisan pertama tahun ini, kira-kira tentang apa ya?  akhirnya diputuskan bahwa tulisan tahun ini akan dimulai tentang serba-serbi ilmu tentang rumah tangga. kenapa? karena kajian atau ilmu rumah tangga masih sangat sedikit. padahal ilmu rumah tangga ini sangatlah penting. tidak kalah pentingnya dengan ilmu parenting. So, tunggu postingan selanjutnya ya.  Jangan lupa follow blogku ya 😘 sekian

Membangun Asa Pemerataan Pendidikan di Wilayah Timur Indonesia bersama PFP

Sumber : pixabay.com Sudah tahun 2024, namun pemerataan pendidikan masih jadi PR di negeri ini . Negeri yang punya potensi besar, namun masyarakatnya masih jauh dari mimpi SDM yang berkualitas. Namun kita tak patut hanya mengkritik tanpa ada aksi nyata.  Ada cerita yang sering aku  dengar dari Ayahku, saat aku kecil. Dulu, ayahku  bercerita bahwa  ia sangat ingin sekali mengenyam pendidikan hingga Perguruan tinggi. Saat itu, ayahku adalah seorang siswa SMK. Namun saat beliau masih kelas dua,  keinginannya untuk bisa masuk perguruan tinggi harus kandas karena perubahan kebijakan di negeri ini. Beliau pun akhirnya bertekad agar semua anaknya bisa merasakan belajar hingga ke perguruan tinggi dan mimpi itu terwujud. Semua anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.  Jika ayahku punya mimpi agar semua anak-anaknya bisa merasakan bangku kuliah, maka begitupun yang dilakukan oleh Bhrisco Jordy Dudi Padatu. Pemuda kelahiran Jayapura yang punya s...