Langsung ke konten utama

Melihat Apa Yang Kita Yakini (Terinspirasi dari Film The Discovery)


Seseorang yang tak memiliki keyakinan yang benar tentang kehidupan setelah mati akan membuat dirinya berbuat sesuka hatinya. Sedikit gambarannya ada dalam film berjudul The Discovery yang rilis pada tahun 2017.

Film ini bercerita tentang seorang ilmuwan bernama Dr. Harber yang membuat sebuah penemuan tentang adanya kehidupan pasca kematian melalui alat hasil ciptaannya. Namun rupanya penemuan ini membuat jutaan orang bunuh diri karena ingin merasakan adanya “kehidupan” selanjutnya. Sebagian lagi, mereka memilih untuk mendatangi Dr. Harber agar bisa melihat kehidupan masa depan. 

Namun setelah ditelusuri,  ternyata alat hasil ciptaanya bukan memberikan gambaran tentang kehidupan setelah mati tetapi gambaran kehidupan berbeda dari manusia selama di dunia.

Apa yang bisa kita ambil dari film tersebut? Dari film ini kita belajar memahami bahwa hakikatnya tak ada manusia yang siap mati. 

Di sisi lain keberadaan orang-orang yang tak mengimani Tuhan (Allah) dan adanya kehidupan setelah mati akan berpikir bahwa kehidupan hanya ada di dunia. Setelah manusia meninggalkan dunia maka ia berpikir bahwa semua manusia akan dikembalikan oleh sang pencipta di surga. Meski ada juga manusia yang tak meyakini kehidupan setelah mati. 

Padahal jika kita betul-betul beriman maka sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah persinggahan tempat kita mengumpulkan bekal untuk kembali. Inilah gambaran islam. 

Islam menjadikan dunia sebagai tempat sementara untuk bisa memperoleh "bekal". Bagi seorang muslim dunia bukanlah tempat yang dijadikan rujuan akhir. Suatu saat ia akan kembali pada sang pencipta.

Maka kehidupan setelah mati memang hanya diyakini oleh orang yang memiliki iman. Sejatinya, tak perlu dengan keberadaan penemuan ilmiah untuk bisa merasakan dan membuktikan adanya kehidupan setelah mati sebab dengan keyakinan yang benar tentangNya maka kitapun akan mempercayai adanya kehidupan tersebut.

Dampaknya akan berbeda antara orang yang percaya karena keimanan dengan yang hanya karena penemuan ilmiah. Mungkin bisa saja seseorang akan bertambah keimanannya dengan adanya penemuan ilmiah namun keimanannya takkan utuh sebab ia akan percaya jika ada pembuktian terlebih dahulu. Hanya sedikit yang kemudia ada pada taraf mengimani seutuhnya meski penelitian yang ada bisa saja hilang. 

Maka sebagai muslim tentunya jika kita sudah mempercayai Allah sejatinya kita tinggal hanya mengimani dan menjalani apa yang menjadi syariatNya. Tapi juga mempercayai perkara-perkara yang tak dapat dijangkau oleh akal dan panca indera. Sebab dengan meyakini maka kita akan ‘melihatnya”. 

Lalu apa yang bisa kita lakukan di dunia ini? 
Fokuslah pada mengumpulkan amalan-amalan selama di dunia untuk bekal menuju “kesana”. Wallahu’alam


Keyakinan-memperkuat-iman

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...