Foto : https://www.crisismagazine.com
Hari ini seolah yang berbau islam yang tampak di ruang publik dianggap sesuatu yang aneh bahkan memperoleh pelarangan. Seperti yang saat ini ramai diperbincangan di negeri ini. penggunaan cadar di salah satu kampus yang melabeli sebagai kampus islam nyatanya dilarang bahkan mahasiswi yang menggunakan cadar mendapat ancaman dikeluarkan dari kampus. Padahal cadar -walaupun beberapa ulama berbeda pendapat dalam hukumnya- namun cadar adalah bagian dari syariat islam.Jika begitu, Apakah mereka yang melarang merasa tak bangga bahkan malu dengan islamnya? Atau menganggap bahwa cadar identik dengan budaya kearab-araban sehingga dianggap aneh jika dikenakan dinegeri ini? Atau bahkan orang yang memakai cadar adalah orang yang ekstrim, radikal dan intoleran terhadap budaya di negeri ini?
Sungguh betapa miris dan piciknya pemikiran mereka. Padahal islam yang dulu dibawa oleh Rasulullah begitu dibanggakan oleh para pengikutnya termasuk para sahabat. sebab mereka mengganggap islam berbeda dengan ajaran-ajaran sebelumnya. Islam punya aturan yang mengatur seluruh aktivitas hidup manusia. Islam mengatur urusan perempuan begitupun dengan pakaiannya sebagai upaya untuk menutup aurat mereka. Ini Baru soal urusan menutup aurat.
Lebih dari itu urusan penanggalan juga diatur oleh islam. Kita kenal bahwa dalam islam dikenal dengan penanggalan tahun hijriyah. Penetapannya terjadi di era Khalifah Umar bin Khattab.
Berawal dari surat-surat tak bertanggal, yang diterima Abu Musa Al-Asy-‘Ari radhiyahullahu’anhu; sebagai gubernur Basrah kala itu, dari khalifah Umar bin Khatab. Abu Musa mengeluhkan surat-surat tersebut kepada Sang Khalifah melalui sepucuk surat,
إنه يأتينا منك كتب ليس لها تاريخ
“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, tanpa tanggal.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
إنَّه يأتينا مِن أمير المؤمنين كُتبٌ، فلا نَدري على أيٍّ نعمَل، وقد قرأْنا كتابًا محلُّه شعبان، فلا ندري أهو الذي نحن فيه أم الماضي
“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin, namun kami tidak tau apa yang harus kami perbuat terhadap surat-surat itu. Kami telah membaca salah satu surat yang dikirim di bulan Sya’ban. Kami tidak tahu apakah Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”
Karena kejadian inilah kemudian Umar bin Khatab mengajak para sahabat untuk bermusyawarah; menentukan kalender yang nantinya menjadi acuan penanggalan bagi kaum muslimin.
Dalam musyawarah Khalifah Umar bin Khatab dan para sahabat, muncul beberapa usulan mengenai patokan awal tahun.
Ada yang mengusulkan penanggalan dimulai dari tahun diutus Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Sebagian lagi mengusulkan agar penanggalan dibuat sesuai dengan kalender Romawi, yang mana mereka memulai hitungan penanggalan dari masa raja Iskandar (Alexander). Yang lain mengusulkan, dimulai dari tahun hijrahnya Nabi shallallahu’alaihiwasalam ke kota Madinah. Usulan ini disampaikan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu. Hati Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu ternyata condong kepada usulan ke dua ini,
الهجرة فرقت بين الحق والباطل فأرخوا بها
” Peristiwa Hijrah menjadi pemisah antara yang benar dan yang batil. Jadikanlah ia sebagai patokan penanggalan.” Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu mengutarakan alasan.
Akhirnya para sahabatpun sepakat untuk menjadikan peristiwa hijrah sebagai acuan tahun.
Dari kisah diatas tentu kita patut bertanya mengapa Umar sampai harus menetapkan tahun sendiri. Padahal bisa saja Umar mengikuti apa yang sudah ada kala itu yaitu penetapan tahun yang ditetapkan oleh romawi atau persia. Namun Umar ingin bahwa agama ini tetap punya penanggalan sendiri.
Sungguh kita harusnya bangga dengan keberadaan atribut yang berasal dari islam. Sebab pa yang dibawa oleh islam adalah salah satu bentuk kemuliaan. Jika hari ini kita tak bangga dengan islam maka di yaumil akhir nanti apa yang bisa kita banggakan? Wallahu'alam
Komentar
Posting Komentar