Langsung ke konten utama

Inspirasi Menjadi Kartini Sejati


Bulan april merupakan bulan istimewa bagi perempuan Indonesia. Setidaknya setiap tanggal 21 april diperingati sebagai Hari Kartini. Tokoh perempuan dengan nama lengkap Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau  lebih dikenal dengan R.A Kartini ini merupakan tokoh perempuan yang dikenal sebagai penggerak dan pejuang emansipasi wanita. Lewat surat-suratnya yang dikirim kepada temannya di Belanda, ia mengkritik pemikiran Jawa yang kental dengan adat dan tradisi. Hari ini, peringatan hari kartini selalu dimeriahkan dengan mengenakan kebaya dan konde sebagai bentuk penghormatan atas jasa Kartini. Namun, apakah hanya dengan kebaya dan konde cara kita menghormati jasanya? benarkah hanya emansipasi yang ia perjuangkan? Dan apakah hanya Kartini tokoh perempuan yang bisa kita teladani?
Merunut dari pertanyan-pertanyaan diatas agaknya peringatan hari kartini tak sekedar seremonial belaka yang meriah dengan konde dan kebaya. Sebab jika kita mau menelisik sejarah Kartini maka kita akan temukan lewat surat-surat yang pernah ditulis Kartini bahwa ia adalah wanita yang mengkritik dan berusaha mendobrak adat, memperjuangkan hak dan lebih dari itu ia menentang budaya barat -walaupun sebelumnya ia pernah disekolahkan ke luar negeri dan terpukau dengan kebudayaan barat- bahkan ia bercita-cita agar islam disukai. Simak saja salah satu isi suratnya :
“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agam islam patut disukai” (surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902)
Disisi lain sosok Kartini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kampanye emansipasi yang ternyata lebih banyak menyalahi fitrah dan kodrat perempuan, yakni mendorong kaum wanita sederajat dengan kaum pria padahal kodrat pria dan wanita berbeda begitupula peran dan fungsinya sebagai kholifah fiil ardh. Kampanye emansipasi hari ini kian mirip dengan liberalisasi, pengangungan terhadap pemikiran barat dan feminisme. Padahal sejatinya Kartini kian meninggalkan dan ingin kembali pada fitrahnya sebagai seorang muslimah sejati. Lihatlah bagaimana isi suratnya setelah ia mengenal islam
“Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik tiada taranya.Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban?” ( Surat Kartini kepada Ny Abendanon, 27 Oktober 1902)
Tak sampai disitu, ia bahkan punya tekad untuk memperbaiki citra islam yang terus jadi bulan-bulanan sebagai sasaran fitnah. Sungguh kartini ingin menjadi seorang muslimah sejati. Perjuangan lewat surat-suratnya harusnya menjadi inpirasi bagi kaum wanita dan muslimah hari ini. Ia begitu terinspirasi dengan islm hingga ia mengulang kata-kata dalam suratnya “ dari gelap menuju cahaya”
Namun tentu tak cukup Kartini. Tokoh pejuang dan penggerak perubahan telah banyak mengabadi dan menginspirasi. Jika kartini terinspirasi dari islam maka jauh sebelum Kartini, telah lahir pejuang islam dikalangan perempuan dimasa awal kemunculan islam. Sebutlah Asma binti Abu Bakar. Putri seorang ayah yang memiliki kelembutan luar biasa, Abu Bakar Ash Shiddiq. Jika Kartini menginspirasi lewat surat-suratnya, Asma telah berjuang membela islam dengan membantu ayahnya mengirim makanan melewati tebing padahal saat itu ia sedang mengandung. Ia melakukan hal tersebut dengan mempertaruhkan tenaga dan nyawa, keselamatannya bisa jadi terancam. Sebab saat itu, ia mengirim makanan untuk orang yang sedang menghadapi ancaman, dialah Rasulullah SAW. 
Tak hanya Asma, Aisyah r.a istri Rasulullah memiliki karya yang luar biasa. Ia  adalah seorang  perawi hadist terbanyak dikalangan perempuan. Keilmuan yang dimilikinya mebuat dirinya menjadi tempat bertanya para sahabat Rasulullah. 
Sungguh keberadaan islam membuat orang-orang yang mendalaminya menjadi luar biasa. Layaknya Kartini, Asma, Aisyah dan tokoh muslimah lain tentu kita berharap bisa menjadi seperti mereka. Bukan modernisasi dan emansipasi yang menuntut hak asasi. Tapi berkarya membangun peradaban gemilang. Saatnya menjadi muslimah pengisi Peradaban  Wallahu’alam [] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...