Langsung ke konten utama

AYAH, PENYEBAB UTAMA BAIK BURUKNYA GENERASI


Berangkat dari keprihatinan kondisi generasi hari ini tentu kita bertanya sebenarnya kepada siapa kita meminta pertanggungjawaban.  Hati ini begitu terenyuh ketika melihat potret generasi yang kian rusak.  Pacaran dan tawuran seolah jadi budaya.  Yang terbaru muncul generasi "tiktok" yang miskin akan prestasi.

Dalam lingkup luas tentu negara mempunyai peran penting terhadap pendidikan generasi. Namun pada lingkup yang lebih kecil tentulah keluarga adalah tempat pertama dalam pendidikan generasi. Sebab keluarga adalah tempat para generasi tinggal dan pertama kali memperoleh pendidikan.  Tanggungjawab ini tentu merupakan tanggung jawab antara ibu dan ayah.  Namun keberadaan ayah rupanya adalah yang paling dominan dalam mendidik generasi.  Oleh karenanya ayah atau bapak adalah salah satu penyebab utama baik atau tidaknya generasi yang dihasilkan. Hal ini bukanlah sebuah tuduhan yang tak berdasar.  Sebab para ulama pernah menyampaikan hal ini. Salah satunya seperti apa yang pernah disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim

يقول ابن القيم الجوزية في كتابه "تحفة المودود في أحكام المولود": وكم ممن أشقى ولده وفلذة كبده في الدنيا والآخرة بإهماله وترك تأديبه، وإعانته على شهواته، ويزعم أنه يكرمه وقد أهانه، وأنه يرحمه وقد ظلمه، ففاته انتفاعه بولده، وفوَت عليه حظه في الدنيا والآخرة، وإذا اعتبرت الفساد في الأولاد رأيت عامته من قبل الآباء.

Berkata ibnul Qoyyim Al Jauziy, “Betapa banyak orang yang menyengsarakan anaknya, buah hatinya di dunia dan akhirat karena ia Mengabaikannya,  meninggalkan ta'dib (pendidikan adab) dan memfasilitasi syahwat (keinginannya), sementara dia mengira telah memuliakannya padahal dia telah merendahkannya. Dia juga mengira telah menyayanginya padahal dia telah mendzaliminya. Maka hilanglah bagiannya pada anak itu di dunia dan akhirat. Jika Anda amati kerusakan pada anak-anak, penyebab utamanya adalah ayah”.(Tuhfatul Maudud)

Pada kalimat terakhir tertulis,  Ibnu Qoyyim "menuduh" bahwa rusak atau tidaknya generasi karena para ayah.  Beberapa poin yang menjadi penyebabnya ada 3 poin diantaranya, mengabaikannya,  meninggalkan ta'dib dan memfasilitasi syahwatnya. Tiga hal inilah yang membuat anak sengsara.  Faktor penyebabnya adalah karena faktor salah paham. Para orang tua menduga telah memuliakan padahal mereka telah merendahkannya dan menduga telah menyayanginya padahal telah mendzaliminya. Dan hal ini dikarenakan para ayah yang kurang ilmu.  Kita ambil contoh misalnya ketika kita memberi sesuatu kepada anak-anak kita sebagai bentuk kasih sayang.  Saat kita membelikan play station, kita mengira bahwa hal tersebut adalah wujud kasih sayang. Tapi saat anak sudah kecanduan,  kita yang repot bagaimana caranya menjauhkannya.  Atau ketika kita memberikannya gadget,  hal ini bukan tidak boleh  namun seolah hari ini ketika anak mau bermain maka tinggal fasilitasi saja dengan gadget.  Hari ini anak bermain sepak bola cukup di depan layar tak perlu pergi ke lapangan kemudian bermain bersama temannya.

Kurangnya ilmu para ayah  ini adalah salah satu bentuk pengabaian terhadap pendidikan generasi. Sebab dalam alqur'an dialog antara orang tua dan anak lebih banyak membahas dialog antara ayah dengan anak. Itu artinya tugas menasehati, berbincang dengan anak adalah tugas para ayah.

Bersambung..


(tulisan ini sebagian dikutip dari ceramah Ustadz Budi Ashari berjudul "Ayah Ternyata Engkau Penyebab Utama")


Sumber foto : www.bimbinganislam.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...