Rabu, 11 Juli 2018

BUNDA, RELAKAN ANANDA UNTUK MENIMBA ILMU


(Photo by flickr.com)


Liburan semester dan kenaikan kelas kini sudah di ujung waktu. Beberapa sekolah baik sekolah islam maupun sekolah umum mulai didatangi oleh para siswa baik siswa baru maupun siswa lama.  Pemandangan inipiun juga terlihat di pondok-pondok pesantren yang lebih dulu tahun ajaran baru.  Beberapa orang tua ikut mengantar "kepergian" para ananda untuk menuntut ilmu.

Ada suasana haru yang tampak diantara mereka ketika para orang tua -wali santri baru- 'melepaskan' para ananda untuk menimba ilmu terutama para bunda.  Hal ini tentulah sangat wajar sebab diantara kita para orang tua merasa khawatir dan belum terbiasa jika anak jauh dari kita. Para bunda akan memikirkan ketika sang anak telah tak disisinya selama beberapa waktu yang bisa jadi terhitung tidak sebentar.  Namun tentu ketidakinginan sang ibunda jauh dari anaknya bukan menjadi penghalang untuk mengantarkan anak-anak mereka tinggal di asrama (mondok). Sebab dibalik itu, ada harapan yang begitu besar dari kita para bunda agar kelak anak-anak kita akan menjadi generasi muslim terbaik penjaga islam.

Maka hakikatnya para orangtua perlu menanamkan pada diri ananda kita untuk tegar dan sabar dalam menuntut ilmu. Ada visi besar yang harus kita tanamkan dan terhujam dalam diri anak anak kita bahwa suatu saat mereka adalah calon penerus bukan sekedar bagi orangtuanya tetapi juga untuk peradaban mulia yakni islam.

Rasa haru dan sedih melepaskan mereka sejatinya hanya ungkapan kasih sayang bukan ratapan karena jauh dari anak-anak kita.  Agaknya kita perlu menceritakan bagaimana generasi terdahulu mampu menjadi generasi yang kuat dan kokoh pada masanya bahkan tak sedikit dari mereka menjadi ahli ilmu yang luar biasa.  Salah satu kisah yang bisa kita petik hikmah adalah kisah Imam Syafi'i ketika sang ibunda bertekad kuat menjadikan Syafi'i kecil menjadi seorang ulama besar di zamannya hingga dikenal oleh kita sampai hari ini.  Imam Syafi'i yang saat ini dikenal sebagai imam besar dan hasil ijtihadnya banyak dijadikan rujukan adalah seorang anak yang lahir di irak bahkan Syafi'i kecil adalah seorang anak yatim yang miskin.  Namun ibundanya punya keinginan yang kuat bahwa kelak anaknya harus menjadi imam besar islam.  Hingga akhirnya sang ibunda memutuskan untuk mengantarkan imam syafii untuk belajar ke Madinah.  Padahal jarak antara Irak dan Madinah sekitar 500 kilometer.  Sungguh jarak  ratusan kilometer  tak menyurutkan tekad sang ibunda agar bisa mengantarkan anaknya ke negeri yang saat itu menjadi pusat ilmu.  Hingga akhirnya imam syafii berhasil mewujudkan cita-citanya.

Dari kisah Imam Syafi'i terlihat bahwa dukungan dan visi besar yang dimiliki sang ibunda menjadi salah satu faktor kuat keberhasilan Imam Syafi'i.  Oleh karenanya penting bagi kita para orang tua menanamkan visi besar pada anak-anak kita.  Antar dan relakan ia untuk menimba ilmu sebanyak yang dia mampu bahkan biarkan anak-anak kita merantau sejauh yang ia mampu seperti apa yang pernah dipesankan imam Asy Sya'bi kepada kita saat ia ditanya bagaimana ia mampu memperoleh ilmu yang luar biasa.
Suatu ketika asy-Sya’bi ditanya :  قيل للشعبي رحمه الله : من أين لك هذا العلم كله
"Bagaimana anda bisa mendapatkan ilmu yang begitu banyak ?"
قال: بنفي الاعتماد، والسير في البلاد، وصبر كصبر الجماد، وبكور كبكور الغراب
    Maka beliau menjawab : “ Dengan tidak bergantung kepada seseorang, berjalan ke negeri-negeri, bersabar seperti sabarnya benda mati, dan berpagi-pagi seperti burung gagak. “


Sungguh harapan agar anak-anak kita menjadi seorang ahli ilmu adalah harapan semua orangtua. Sebab kelak anak-anak kita menjadi penyelamat bagi kita tak hanya di dunia namun juga di akhurat.  Wallahu'alam. 

Label: