Rabu, 31 Januari 2018

Pacaran: Pemenuhan Naluri atau Hawa Nafsu? (ODOP Day 17 of 99)


Kayanya ngga aneh ada kasus kaya gini. Miris? Pastinya. Tapi memnag bukan hal baru. Jauh sebeblum ini, kasus pembunuhan dengan beragam motif kerap masuk berita baik media cetak maupun online. Faktornya apa? Kalo pacaran dan berujung pada kehamilan yang tidak diiinginkan biasanya karena malu dan belum siap buat bertangggungjawab.
Kok bisa sih setega itu?
Cinta remaja-remaji saat ini udah ngga lagi bicara soal rasionalistas. Kalau sudah mabuk cinta maka semua bisa diterjang termasuk berhubungan seks. Kalau sudah hamil akhirnya bingung harus diapakan. Mau nikah, belum siap. Belum lagi malu yang harus ditanggung. Tak sedikit yang akhirnya mencoba menghilangkan jejak lewat aborsi atau yang lebih tega, sang pacar membunuh pacarnya sendiri agar lepas dari tangggungjawab. 

Trus kalau sudah begini siapa yang salah ? Cinta?

Secara fitrahnya manusia telah diberi dua potensi. Pertama potensi hidup yang terbagi dalam tiga naluri. salah satunya adalah naluri berkasih sayang. Inilah yang membuat manusia tumbuh rasa cinta diantara yang lain dan pastinya setiap manusia di dunia ini tidak ada yang tidak pernah merasakan jatuh cinta. keberadaan naluri tidak bisa dihilangkan maka sejatinya ia butuh yang namanya aturan. Ia perlu diatur agar tidak “salah jalan”.
Kedua, Akal. Inilah yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Akal digunakan untuk berpikir agar bisa membedakan mana yang baik atau buruk. Akal pula yang membuat kita menjaga diri dari hawa nafsu.  Selain itu fungsi akal bukan digunakan untuk membuat hukum sebab ketika manusia diciptakan oleh pencipta dunia ini yaitu Alllah SWT dengan sepaket aturanNya untuk mengatur hidup manusia. Oleh karenanya, akal digunakan untuk memahami hukum termasuk aturan dalam mengatur urusan jatuh cinta.

Orang yang jatuh cinta tidak bisa seenaknya mengungkapkan rasa cintanya untuk kemudian menjalin hubungan ilegal (baca : pacaran). Tapi bukan berarti aturan Allah SWT mengekang manusia untuk meredam rasa cintanya terhadap lawan jenis. Ada hukum yang mengaturnya yaitu lewat pernikahan. Kalau sudah begini, apapun yang dilakukan tidak akan menimbulkan kekhawatiran dan akan dijalani dengan tenang. Walalupun bukan berarti kehidupan rumah tangga tak ada masalah tapi setidaknya apa yang dijalani bukanlah bentuk kemaksiatan. Wallahu’alam

Minggu, 28 Januari 2018

Dua Menit Untuk Mengetahui Siapa Anda? Part 1 (ODOP Day 14 of 99)



Seseorang yang menyertakan senyuman saat berinteraksi akan memberikan rasa nyaman atau menyenangkan pada lawan bicaranya begitupun ketika kita memberikan ekspresi dengan muka yang menegangkan maka orang akan merasa canggung ketika berinteraksi dengan kita. Inilah yang kemudian disebut bahasa tubuh atau perilaku nonverbal. Saat kita berpikir tentang tentang bahasa tubuh maka kita berpikir tentang komunikasi dan saat kita berpikir tentang komunikasi maka kita berpikir tentang interaksi. Dan bahasa tubuh atau perilaku nonverbal memberikan efek yang luar biasa ketika berinteraksi dengan orang lain.  Sebab nonverbal adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain dan bagaiamana orang lain berkomunikasi dengan kita.
Seorang peneliti di Universitas Tufts, Nalini Ambady pernah menunjukkan bahwa ketika seseorang menonton 30 detik klip tanpa suara tentang interaksi nyata antara dokter dan pasien, penilaian mereka akan keramahan dokter juga menentukan apakah dokter itu akan dituntut atau tidak. Jadi, hal ini tidak terlalu berhubungan dengan apakah dokter tersebut kompeten atau tidak tapi apakah kita menyukainya dan bagaimana mereka berinteraksi. Lebih dari itu, Alex Todorov di Princeton University menunjukkan kepada kita bahwa penilaian wajah-wajah kandidat politik dalam satu detik saja menentukan 70% hasil dari pemilihan anggota senat Amerika dan hasil pemilihan gubernur. Tak hanya itu dalam dunia digital, emoticon yang digunakan dengan baik dalam negosiasi online ternyata dapat memberikan nilai tambah dalam negosiasi tersebut. Contohnya ketika kita berinteraksi jual beli online atau berinteraksi lewat sosial media dan lain sebagainya.
Ini artinya ketika kita berpikir tentang perilaku nonverbal maka kita berpikir tentang bagaimana kita menilai orang lain dan bagaiamana orang lain menilai kita dan apa akibatnya. Faktanya ternyata penilaian itu memberikan pengaruh. Lebih dari itu, yang paling terpengaruhi oleh perilaku nonverbal kita sebenarnya adalah diri kita sendiri. Artinya kita dipengaruhi oleh pikiran, perasan dan fisiologi kita. Lalu apa sih sebenarnya perilaku nonverbal?
Ammy Cuddy seorag Psikolog Sosial di Harvard pernah bercerita dalam acara TedTalks tahun 2012 mengenai ekspresi nonverbal dari kekuatan dan kekuasaan. Dalam kerajaan hewan, kekuatan dan kekuasaan diekspresikan dengan membuat diri mereka terlihat besar, merentangkan tangan, mengambil tempat yang lebih besar yang pada intinya mereka melakukannya dengan membuka diri. Lebih dari itu faktanya hal ini juga terjadi pada manusia.manusia yang dilakukan ketika mereka merasa kuat sesaat atau memiliki kebanggan.
Jessica Tracy seorang profesor Psikologi dari University of British, Colombia pernah menunjukkan bahwa seseorang yang dilahirkan dengan penglihatan atau buta sejak lahir sama-sama melakukannya ketika memenangkan kompetisi fisik yaitu kedua tangan terangkat seperti “V” dan dagu sedikit diangkat.
Lalu bagaimana ketika dalam kondisi sebaliknya saat diri kita merasa lemah atau kecil?
Bersambung....  


Sabtu, 27 Januari 2018

Membaca : Memungut Simpul-Simpul Kata Bermakna (ODOP Day 13 of 99


Membaca bagi sebagian orang menjadi aktivitas yang membosankan dan membuat ngantuk. Dan sayangnya, ternyata minat baca masyarakat indonesia sangatlah rendah. Riset tahun 2014 yang dilansir oleh UNESCO bahwa 1: 100 orang indonesia yang gemar membaca. Dalam riset lain bertajuk The World’s most literate nations yang dilansir oleh central   connecticut state University pada tahun 2016 bahwa posisi minat baca orang indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara.
Terbayang ya, betapa rendahnya keinginan bahkan kebutuhan masyarakat kita untuk membaca buku. Bisa dibilang rata-rata orang indonesia hanya membaca 1 buku dalam setahun. Jika pun daca sampai selesai ternyata kebanyakan dari kita hanya mengulang sekali atau dua kali. Padahal prinsip membaca itu sama seperti ketika kita ngegym. Jika kita menginginkan tubuh yang ideal maka tak cukup satu kali melakukannnya. Begitupun dengan membaca. Jika kita menginginkan pengetahuan yang mendalam pada apa yang kita baca maka bacalah berulang-ulang. Sebab buku yang sama yang kita baca diwaktu yang berbeda akan memberi pengetahuan yang berbeda.
Bagi seorang muslim membaca tentulah sangat penting bahkan ayat al quran yang turun pertama kali  adalah perintah untuk membaca. Membaca dekat dengan agama kita sendiri. Wajarlah jika kita lihat para generasi salafussalih begitu sangat gemar membaca. Tak hanya sekali tapi puluhan bahkan hingga ratusan kali.  Imam Al Muzani adalah salah satu murid Imam Syafi’i pernah berkata : “ Aku membaca kitab Ar Risalah imam Syafi’i sebanyak 500 kali dan tidaklah aku membacanya berulang-ulang kecuali aku mendapatkan faidah baru yang belum aku temui pada saat membaca sebelumnya. (Kitab Tamamuminnah ‘ala Syarh Sunnah Al Muzany karya Syaikhuna Kholid Mahmud Al Juhany Hafidzullah ta’ala)
Imam an nawawi ketika menulis biografi Imam Abdul qodir bin Muhammad Al Farisi berkata “ Al hafizh Al Hasan  As samarqandi membaca shahih muslim lebih dari 30 kali dan Abu Sa’id al Buhairi membaca Shahih Muslim dihadapannya lebih dari 20 kali. Sungguh bagi generasi muslim buku adalah teman bagi mereka. Bahkan Imam Al Ghozali pernah bekata “sebaik-baiknya teman dalam setiap zaman adalah buku.”

Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang gemar membaca buku.dan bagi saya pribadi, membaca adalah cara kita mengumpulkan kata-kata penuh benak dalam pikiran kita agar bertambah wawasan dan ketundukan kita dihadapan Allah SWT.  Walllahualam

Jumat, 26 Januari 2018

Berbaik Sangka (ODOP Day 12 of 99)

Ditengah kondisi sekarang emang sulit untuk percaya dengan orang yang baru atau belum kita kenal. Karena ngga sedikit juga yang akhirnya modus untuk bisa dapetin suatu hal. Akhirnya yang terjadi apa? Seseorang yang mau melakukan sesuatu entah niatnya itu baik atau nggak faktanya selalu dinilai buruk. Seperti kemarin ketika teman saya kehilangan handphone pas mau pulang. Dia udah mikir macem-macem. Dalam pikirannya ia terus berasumsi bahwa yang ngambil jahatlah, ngeselin, tega sampe akhirnya dia kirim pesan-pesan mengancam  karena udah ngerasa sangat dirugikan. Bahkan untuk dapetin hpnya dia sampe mau ngejar dan nyamperin kesana karena tau posisi Hp itu lewat aplikasi. Walaupun ujung-ujungnyadia nyerah karena orang yang ngambil udah telalu jauh buat dikejar.
Besoknya ternyata Hpnya balik lagi karena orang yang ngambil balikin HP teman saya. Orang yang nemuin adalah seorang ibu dan kemudian ibu itu bercerita bahwa dia mengambil HP itu karena dia menemukannya dijalan dan tergeletak. Ibu tersebut sudah punya niatan baik untuk mengambalikannya hanay memang ia bawa pulang dulu untuk sementara. Ibu itu mengaku meresa sakit hati karena menganggap teman saya ini terus menerornya. Tapi alhamdulillah semuanya elesai dan ibu tersebut memaafkannya.
Pernah ngerasain hal demikian? Saya rasa pasti ada yang pernah melakukan hal demikian.
Contoh lain misalnya ketika kita sedang berjalan lalu ada pengemis yang lewat depan kita dan minta sedekah dari kita. Mungkin ada sebagian dari kita yang enggan untuk memberi karena pengalaman melihat berit bahwa ternyata penghasilan dari mengemis bisa mencapai ratusan ribu dalam sehari. Terlepas bener atau ngga, faktanya saya juga pernah berpikir demikian. Sebetulnya wajar, kenapa? Ya karena apa yang muncul berasal dari apa yang kita peroleh terlepas apakah itu sebuah fakta atau hanya sekedar asumsi. Padahal jika kita seorang muslim menghukumi itu hanya pada sesuatu yang tampak (Nahnu nahkum bi dzohir). Ketika itu baru sebuah asumsi maka bertabayunah. Jangan sampai kita sudah berburuk sangka pada seseorang namun nyata itu muncul hanya dari asumsi kita saja. Dalam Alquran Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain." [TQS. Al-Hujurat: 12]
Rasulullah juga telah mengajarkan kepada kita untuk tidak berprasanka buruk terhadap sesama manusia terlebih kepada sesama muslim. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya: Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah seduta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari hadits no. 6064 dan Muslim hadits no. 2563]
Bahkan Umar Bin Khattab juga pernah berkata "Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik"
Semoga bisa belajar dari apa yang telah agama ini ajarkan serta lebih bijak menilai seseorang sebab hubungan yang baik lahir dari prasangka yang baik pula. Wallahu’alam

Kamis, 25 Januari 2018

LGBT Marak : Haruskah Kami Kehilangan Generasi? (ODOP Day 11 of 99)

                                   (Ilustrasi :http://www.lampost.co/berita-lingkungan-dan-lgbt)

Realitas negeri ini mungkin tak beda jauh dengan cerita dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Hal yang seharusnya dalam undang-undang dan hukum mendapat sanksi tegas nyatanya menjadi sebuah fenomena yang menggurita dibiarkan bahkan tak sedikit memperoleh dukungan. Keberadaan praktek korupsi, menjual aset negara hingga masalah sosial seperti kasus KDRT, praktek kekerasan terhadap anak hingga LGBT yang sampai hari ini menjadi hal yang terus diperbincangkan.
Mengambil salah satu masalah yang hari ini ramai diperbicangkan yakni keberadaan LGBT tentu banyak kalangan yang mengangkat suara baik pro maupun kontra. Pro kontra mengenai keberadaan LGBT terus menyeruak pasca adanya hasil putusan MK bahwa LGBT tidak termasuk bagian tindakan kriminal. Hal ini seolah menjadi angin segar bagi kaum yang pro terhadap LGBT. Walaupun hasil putusan tidak berarti melakukan pembelaan terhadap keberadaan orang-orang LGBT dan pendukungnya namun putusan MK tentu menjadi pertanyaan besar kemana arah ketersetujuaannya? Ditambah dengan pernyataan salah satu mantan presenter berita TV nasional yang mengatakan bahwa sah-sah saja keberadaan LGBT dan mereka bisa punya punya keturunan dengan menyewarahim asal ada payung hukum yang tegas. Sungguh miris melihat realitas ini.
Bagaimana tidak, kami yang kontra terhadap keberadaan LGBT tentu punya alasan logis untuk menolak kaum LGBT. Sebab keberadaan mereka akan mengancam generasi masa depan yang akan menjadi penerus bangsa ini. Bagaimana kami bisa menjaga generasi kami jika keberadaan LGBT sudah menjadi sebuah komunitas atau gerakan yang membahayakan masa depan generasi kami?
Sudah berapa banyak data mengatakan bahwa LGBT telah menjadi salah satu penyebab munculnya HIV/AIDS. Mengutip data dari Kemenkes tahun 2012 bahwa sejak tahun 2009 keberdaan kaum gay terus meningkat signifikan. Ada sekitar 1.095.970 laki-laki yang berperilaku menyimpangjumlah ini naik 37% dari tahun 2009.  Di Amerika serikat misalnya, data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa pada tahun 2010 dari 50.000 infeksi HIV baru, ternyata 2/3 adalah dari komunitas kaum gay-MSM (male sex male) dan yang mengejutkan 1 diantara 5 gay yang terinfeksi HIV tidak peduli penyakit HIV AIDS dalam artian tidak ada usaha untuk mencegah HIV tertular ke orang lain.
Terbayang bagaimana gerakan ini akan merusak generasi masa depan. Dan terbayang pula bagaimana keberadaan mereka yang terserang oleh HIV AIDS merugikan APBN negara sebab penanganan mereka dijamin setiap bulannya selama seumur hidup oleh negara. Tentu keberadaan mereka menjadikan kami bertanya, benarkah mereka hanyalah kaum yang terdiskriminasi sehingga perlu untuk dirangkul dan diayomi seperti saran dari menteri agama?
Perkembangan mereka yang luar biasa tentu bukan sekedar individu per individu yang kemudian mengklain dirinya sebagai orang-orang yang terdiskriminasi tapi mereka adalah gerakan yang memperoleh dukungan. Sebuah badan PBB, United Nation Development Programme (UNDP) menjalin kemitraan regional dengan Kedutaan Swedia di Bangkok, Thailand dan USAID yang memberikan kucuran dana sebesar US$ 8 juta dengan fokus empat negara yaitu Indonesia, China, Filiphina dan Thailand untuk mendukung gerakan ini.
Disisi lain dukungan sistem hari ini memberikan ruang yang luas untuk mereka. Atas nama kebebasan dan HAM mereka bebas berekspresi di ruang publik. Terlebih dengan adanya pelegalan pernikahan sejenis yang resmi dilegalkan oleh Amerika serikat tahun 2015 seolah menjadi legitimasi bahwa mereka bisa hidup berdampingan dengan kami yang hidup normal seolah tidak ada masalah. Sungguh hal ini akan menjadi sebuah bencana besar. Bagaimana akan lahir generasi sehat jika tak ada pelestarian? Jikapun mereka menggunakan dalih bahwa bisa terus ada generasi lewat penyewaan rahim justru ini akan menambah daftar panjang kerusakan sebab secara tidak langsung mereka menghalalkan adanya perzinahan. Padahal jelas islam melarang keberadaan perzinahan. Dalam surat Al israa’ : 32 Allah SWT berfiman :
“Dan janganlah kamu mendekati Zina; sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan satu jalan yang buruk”
Zina adalah perbuatan buruk dan terlarang dan Islam melarang hal-hal yang bisa merusak keberadaan regenerasi makhluk hidup di Bumi. Islam menjaga manusia dari fitrahnya sebagai seorang manusia. Jika hari ini keberadaan LGBT dibiarkan bahkan menadapat dukungan, tentu hal ini akan merusak keberadaan generasi masa depan yang beradab dan unggul. Yang terjadi adalah hilangnya tatanan peradaban di masyarakat hingga tatanan yang terkecil yang bernama keluarga. Sebab jika LGBT dilegalkan tidak akan ada sosok ibu dalam keluarga. Selayaknya kita tidak lagi mempertahakan sistem yang menjaga maraknya keberadaan LGBT yang dinaungi oleh sistem sekulesrisme. Saatnya kita kembali pada fitrah kita yaitu kepada islam yang akan menjaga tatanan keluarga dan masyarakat dalam sebuah naungan yang akan menjaga dan melahirkan generasi unggul dan beradab dalam sebuah penerapan syariah islam dalam sistem pemerintahan islam  yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu’alam []
Dwi P Sugiarti

Aktivis Revowriter, Ibu rumah tangga

Rabu, 24 Januari 2018

BAPAK ( ODOP Day 10 of 99)

Hasil gambar


(www.pinterest.com)


“Bapak minta maaf, Nak. Bapak yang salah.“
Aku melihat pipinya basah. Matanya gerimis sambil tertunduk seolah menyesali sesuatu hal.
“Pak? Kenapa bapak meminta maaf? “
“Bapak ngga pernah memukul slamet, walaupun dulu bapak pernah mukul tapi aku sudah memaafkan bapak. “
Namun sepertinya ia tak kuasa berkata-kata lagi hingga kami terhanyaut keheningan dan Bapak pergi melangkah menuju ruang tamu.
Seolah tak pernah ada kejadian malam tadi, pagi itu seperti biasa bapak pergi mengayuh becak. Ya, ayahku hanya seorang tukang becak. Mencari serpihan rezeki dari mengayuh becak untuk mengais rezeki walaupun kami hanya tinggal berdua. Bapak bilang kalau ibu meninggal ketika usiaku masih satu tahun karena sakit.
Namun siang itu....
“Met...met...bapakmu..bapakmu pingsan.”
Seorang teman seperjuangan bapak yang sama-sama tukang becak berllumuran keringat karena ia berlari untuk memberitahu perihal bapak
“Sekarang bapakmu sudah dibawa kerumah sakit. Tadi bapakmu sempat muntah darah dan habis itu pingsan.“
Aku segera menemui bapak. Aku dapat kabar dari bibi rupanya sudah lama bapak sakit. Ya, ia terkena  kanker paru-paru stadium akhir. Selama ini memang bapak sering batuk-batuk apalagi ketika malam hari tapi aku tak menyadarinya kalau bapak terkena kanker paru.
Selang beberapa hari rupanya Bapak meminta pulang terlebih tak ada uang untuk membiayai bapak selama di rumah sakit. Kami pulang walau aku tak tahu apakah bapak lebih baik atau justru lebih buruk.
Malam itu sedikit berbeda, bapa hanya terbaring di ranjangnya. Tapi beliau memintaku untuk menemani malam ini saja. Namun rupanya raut wajah bapak terlihat gelisah hingga membuatnya tak bisa tidur.
“Bapak butuh sesuatu?” Aku bertanya padanya karena ia seperti menahan rasa sakit.
“Met, bapak ngga tahu apa Bapak masih bisa memaafkan diri bapa sendiri atas kepergian ibumu.”
Kembali bapak menitikkan air mata
“Dan apa kamu juga bisa memaafkan bapak.”
“Dulu waktu ada ibumu bapak sering ngga pulang ke rumah karena setiap malam bapak berjudi. Bahkan bapak jarang sekali memberi nafkah pada ibumu.“
“Ibumu itu orangnya sabar. Dia bahkan tidak pernah memperlihatkan kalau sedang marah. Ibumu lebih banyak diam. Hanya satu kali ia cerewet dalam satu hal.”
“Sholat, Nduk. Sholat”
“Bahkan menjelang kematiannya ia tidak pernah berhenti meminta kepad bapak untuk sholat. “
“Kata-kata ibumu terus terngiang-ngiang hingga ia benar-benar pergi meninggalkan Bapak. Mata sayunya yang dulu selalu terlihat ternyata karena ibumu sakit. Hingga akhirnya ajal menjemputnya. Semenjak tu bapak menyesal, menyesal karena tidak pernah bersama dengan kalian hingga ibumu pergi meninggalkan kita.“
“Nak, bapak ini ngga punya apa-apa yang bisa untuk dibagi. Bapak hanya ingin meneruskan pesan ibumu. Jangan pernah tinggalkan sholat, Nak.”
“Sebab ia yang akan menjaga perkataan dan perbutanmu. Sholatlah dengan benar. Ketika nanti kau berkeluarga maka didiklah anakmu dengan benar dan pesankan kepada mereka untuk jangan pernah meninggalkan sholat.”
Rasanya tak pernah aku menikmati malam seperti malam ini. Bapak tak pernah selama ini mengajak ngobrol denganku. Pesan bapak begitu mendalam. Ah, rasanya aku ingin mengulang saat-saat seperti ini.
Rupanya malam itu menjadi malam terakhir kebersamaanku dengan bapak. Ya, bapak telah tiada. Bapak pergi dengan pesan sederhana namun mandaalam. Keperginnya meninggalkan momen indah antara aku dengannya. Perbincangan tadi malam menajdi obrolAn yang menyisakan kenangan. Andai waktu bisa diputar, mungkin aku ingin  obrolan malam tadi dimulai sejak pertama kali aku masuk sekolah. Namun takdir berkata lain.
Selama ini memang bapak tak pernah banyak bicara. Bahkan untuk sekedar menyuruhku untuk sholatpun tak pernah. Tapi mungkin rupanya selama ini bapak berpikir bahwa aku tak boleh bernasib sama dengannya. Ia menyekolahkanku ke sebuah sekolah islam dan mengantarkanku untuk mengaji bersama Ustadz Abdullah setiap sore.
Bapak, mungkin kasihmu tak selembut ibu. Tapi kini aku tahu bahwa engkau punya cara sendiri memberikan kasih sayang dan perhatianmu.

Jatinangor

Selasa, 23 Januari 2018

Mungkinkah Kami Harus Menambal Iman? (ODOP Day 9 of 99)


“Marni...Marni...”
“Ada apa, Mas?”
“Hari ini temani masmu ini ya J
“Kemana mas? Sekarang?”
“Iya, sekarang. Berkas yang harus aku kerjakan tertinggal di kantor sedangkan besok harus sudah beres untuk bahan presentasi.”

Sore itu kamipun pergi dengan motor doyok yang sudah menemeni hampir dua tahun lamanya. Namun sore itu rasanya matahari enggan bersembunyi dalam balutan awan. Tepat jam 3 sore kami menyusuri jalanan berdebu dengan barisan truk-truk besar  yang seolah hampir menelan kami. Kurang lebih sekitar satu jam untuk menuju kesana.

Tak berselang lama, rupanya kami dapati ban belakang motor tertusuk benda tajam. Kamipun berhenti dan memeriksa sembari melihat sekeliling adakah tukang tambal ban disekitar situ.
“Mas, itu di depan ada tukang tambal Ban”
“Yang mana?”
“Itu, disebelah warung yang ada kakek-kakek berdiri” kataku sembari menunjuk rumah gubuk yang sudah sedikit reot.

Kamipun menuju kesana dengan menuntun sepeda mesin kami sembari membiarkannya tetap “on” agar tak terlalu berat kami mendorongnya.
“Bu, ini tukang tambal bannya kemana ya?”
“Ban belakang kami bocor”
“Saya, Mas. mau nambal ya Mas?" seorang lelaki tua menepuk bahu suamiku
"Ooh, iya Pak"
"Saya periksa dulu ya, Mas."

Ya, kami agak terkejut. Seorang kakek yang sudah kami lihat dari kejauhan sejak kami mencari tempat tambal ban rupanya ia seorang tukang tambal ban. Mungkin usianya lebih tua dari ayahku. Jika dilihat rau dan keriput wajahnya, usianya sekitar 80 tahun. Sejak pertama ia “menerima” motor kami kami melihatnya seolah tak ada rasa lelah yang tersirat di wajahnya. Hingga kakek itu sadar kami memperhatikannya hingga ia membuka pembicaraan dengan senyum yang membuat keriput diwajahnya makin terlihat.

“Bapak ini sudah tua, Mas. Bapak juga ngga punya harta berlebih untuk bisa disedekahkan. Tapi setidaknya bapak masih punya tenaga untuk bisa memberi kemudahan untuk orang lain.

“Dulu bapak berpikir, kenapa Allah begitu tidak adil dengan bapak? padahal sudah puluhan tahun bekerja sebagai tukang tambal ban tapi rasanya tidak bisa memberi manfaat karena bapak sendiri saja sampai hari ini masih bingung bagaimana menambal kekurangan kebutuhan sehari-hari bapak dan keluarga.“

“Tapi setelah bapak sering mendengar cermah Ustadz X di radio, bapak sadar dan yakin, Mas. Allah itu ngga pernah tidur.”

“Bapak berpikir, pasti ada hal yang bisa bapak lakukan untuk bisa mengumpulkan bekal “pulang” nanti. Setidaknya selama bapak masih mampu dengan masih menjadi tukang tambal ban bapak bisa memberi manfaat untuk orang lain. Sebab bapak sudah tak punya keahlian lain. “

Allahu robbii..sontak kami merasa sangat tertampar oleh kata-katanya. Kami yang tak kekurangan harta nyatanya lebih sering enggan menginfakan harta. Bahkan terkadang kami masih ragu bersedekah seolah kami tak punya Allah yang telah menjamin rezeki. Jangankan harta, tenaga saja kadang tak kami “hibahkan” untuk orang lain dan kemaslahatan umat ini.  

Wahai Zat yang menjamin hidup dan mati kami, mungkin kami yang harus masih menambal iman kami. Menambal keyakinan kami terhadapMu sebagai penjamin rezeki terkadang hampir punah dikala kami dirundung kesempitan. Padahal firmanMu begitu indah memberikan ketenangan pada kami

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
“…… dan tidak satu pun makhluk bergerak di bumi melainkan dijamin Allah rezekinya” (Surah Hud, ayat 6).
Semoga sedikit cerita singkat ini bisa kita ambil sebagai hikmah dan menambah keimanan kita kepada Allah SWT

Jatinangor


Jatinangor

Senin, 22 Januari 2018

Waktu Luang (ODOP Day 8 of 99)


A : “Alhamdulillah sebentar lagi kita bakal libur sekolah dan ada banyak hal yang mau aku lakukan pas liburan. “
B :“iya, alhamdulillah..lumayan ada waktu 2 minggu liburan bisa  dipake buat nyelesein baca buku x.”
Seminggu berselang...............
A : “gimana? Udah selese baca bukunya?”
B : “Belum..ngga tau kenapa libur sekolah kerjaan malah Cuma “ngukur kasur” alias tidur..”

Ada yang pernah ngalamin kaya percakapan singkat diatas?
Ngaku aja deh.. J saya juga begitu.
Libur atau hari libur identik dengan waktu luang yang banyak dan menganggap bahwa waktu luang itu nikmat. Kenapa?
Secara teori iya, karena keberadaan waktu luang maka seseorang bisa melakukan apa yang dia mau. Waktu luang juga banyak dijadikan oleh banyak orang untuk mengisi atau merealisasikan hal-hal yang sudah ia buat sebelumnya namun belum terlaksana ketika sibuk. Tak sedikit dari kita juga mengisi waktu luang dengan hiburan atau liburan untuk merefresh  pikiran. Namun  pada faktanya diantara kita nyatanya banyak yang terjebak oleh waktu yang katanya disebut sebagai waktu luang. Alih-alih ingin melakukan atau merealisasikan hal yang sudah kita buat justru yang ada waktu luang jadi “ajang” untuk pemalasan atau menunda-nunda pekerjaan. Kita berpikir waktu luang itu panjang sehingga selama masih ada waktu maka pekerjaan bisa dilakukan dilain waktu.
Padahal, kita ngga tau apakah waktu yang kita punya dan kita lewati selama libur akan terus ada. Mungkin benar apa yang pernah dikatakan rasulullah bahwa waktu luang adalah salah satu nikmat yang sering membuat kita tertipu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)

Ibnul Jauzi juga mengatakan nasehat yang sudah semestinya menjadi renungan kita, “Intinya, dunia adalah ladang beramal untuk menuai hasil di akhirat kelak. Dunia adalah tempat kita menjajakan barang dagangan, sedangkan keuntungannya akan diraih di akhirat nanti. Barangsiapa yang memanfaatkan waktu luang dan nikmat sehat dalam rangka melakukan ketaatan, maka dialah yang akan berbahagia. Sebaliknya, barangsiapa memanfaatkan keduanya dalam maksiat, dialah yang betul-betul tertipu. Sesudah waktu luang akan datang waktu yang penuh kesibukan. Begitu pula sesudah sehat akan datang kondisi sakit yang tidak menyenangkan.”(Fathul Bari, Ibnu Hajar, 18/219, Mawqi’ Al Islam)
Maka jika kita menyadari bahwa waktu luang adalah salah satu nikmat yang Allah SWT berikan kepada kita, gunakanlah untuk melakukan hal-hal produktif dan positif. Bersantai atau mengisinya dengan liburan memang tidak salah tapi jangan sampai setiap waktu luang yang kita punya hanya diisi dengan jalan-jalan, liburan atau sekedar bersantai hingga membuat kita menjadi lalai dan akhirnya menunda-nunda untuk melakukan hal produktif.

Jatinangor, yang malamnya terasa lebih dingin dibanding kota Garut.





Minggu, 21 Januari 2018

Menjaga Komitmen (ODOP Day 7 of 99)



Pernah ngga ngerasa kacau sama pola hidup?
Bingung mau mulai lagi darimana?
Atau pernah ngerasa pas evaluasi diri terus kita nanya ‘apa ya yang salah?’
Nah jika kamu pernah ngalamin itu bisa jadi  karena kamu tak konsisten pada apa yang kamu rencanakan
Ya, bisa jadi kita begitu rapi dan semangat ketika memulai sebuah komitmen. Misalnya saja komitmen untuk konsisten sholat diawal waktu. Tidak sedikit dari kita sampai menuliskannya dengan rapi dan kemudian kita pajang di kamar kita. Tapi nyatanya komitmen yang kita buat hanya sebuah tulisan yang terpajang rapi. Tak sedikit dari kita hanya sedikit diawal. Layaknya rumput kering yang terbakar. Cepat menyala tapi cepat pula habis dan kemudian mati. Dan begitulah realitasnya. Atau contoh lain seperti ketika kita menuliskan cita-cita tertentu kemudian kita menuliskan pula komitmen-komitmen untuk bisa mencapainya. Lihatlah beberapa waktu kemudian, faktanya kita hanay konsisten diminggu-minggu awalnya saja. Balik lagi hal tersebut karena kita tak mampu menjaga komitmen yang telah kita buat. Lalu bagaimana caranya agar konsisten terhadap komitmen?
Pertama, kita harus meyakini kenapa dan untuk apa komitmen itu dibuat?
Hal ini penting sebab kita jadi akan punya alasan kuat untuk terus bergerak mewujudkan apa-apa yang sudah kita buat.
Kedua, mulailah mengatur atau menajemen ulang pola hidup kita. Waktu, tenaga bahkan mungkin uang kita. Yang penting dari manajemen ini adalah meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita inginkan. Jika hal yang tidak kita inginkan terjadi, maka sedari awal siapkanlah planning lain agar tidak jauh dari apa yang sudah kita buat. dan 
Ketiga adalah fokus pada apa yang kita tuju. Sebab fokus utama itu hanay satu. Jika kita telah membuat komitmen maka hanya akan ada dua hal yang terlihat. Tujuan atau kendala. Jika kita fokus pada tujuan, maka kendala sebesar apapun akan kita hadapi selama keyakinan pada tujuan itu masih ada. Namun jika fokus kita pada kendala, maka kita tidak akan pernah sampai pada tujuan kita sebab kita terlalu banyak memikirkan resiko ketika menemui sebuah kendala.
Nah, jika ketiga hal tersebut sudah kita kita buat dan lakukan, insyaallah kita akan mampu menjaga komitmen yang sudah kita buat sehingga kita bisa meraih apa yang sudah kita rencanakan..:)
Silahkan mencoba J


Sabtu, 20 Januari 2018

Memulai Menulis (ODOP day 6 of 99)


       Sejak saya memulai menulis saya sudah mempunyai tekad yang kuat untuk konsisten menulis setiap hari. Bahkan ketika saya masuk kelas menulis, para mentor menyuruh kami yang tergabung dalam kelas tersebut untuk konsuiten menulis setiap hari. Tantangan ini tentu bukan tantangan yang kecil. Sebab ditengah tantangan tersebut ada saja kendala yang saya jumpai seperti bingung mau menulis apa sehingga hilang mood. Menciptakan mood menulis memang kendala tebesar yang saya temui. Sebab jika tak ada mood, sulit sekali menemukan ide bahkan memulai kata pertama untuk menulis.

       Tapi begitulah seorang penulis. Pekerjaannya bukan hanya terus-menerus membaca bagaimana cara menulis yang benar. Tugas penulis adalah menulis. Lalu bagaimana  jika bingung mau menulis apa?atau tidak ada mood untuk menulis. Jika seorang bingung mau menulis maka bisa dengan membaca untuk menemukan inspirasi dan referensi. Cara lain untuk menciptkan  ide menulis bisa dengan bertemu dengan teman, mencari berita, sejenak berjalan-jalan agar muncul ide untuk menulis.

Lalu bagaimana dengan mood? Terkadang ketika ada masalah, sulit sekali menciptakan mood. Nah, mood memang sangat bergantung dengan kondisi perasaan kita tapi bukan berarti kita akhirnya terbawa suasana sehingga komitmen untuk terus menulis menjadi hilang. Cara untuk membuat mood menulis itu muncul adalah dengan menciptakan mood. Mood tidak selalu harus ditunggu. Kita bisa menciptakan mood itu sendiri. Salah satu contoh hal untuk menciptakannya adalah dengan berkumpul dengan orang-orang yang punya tujuan yang sama dengan kita. Cara lain adalah dengan kembali mengingat komitmen awal untuk menjadi seorang penulis. Maka menuliskan komitemn menjadi sangat penting. Sebab hal ini berguna jika suatu saat bertemu pada kondisi dimana mood menulis sedang hilang.

Nah, sudah siap menulis kembali?

Rasanya harus segera dimulai dan.....
mulailah sekarang juga! J

Jumat, 19 Januari 2018

Dakwah : Ilmu Marketing Islam (ODOP day 5 of 99)


Ada keterkaitan antara dakwah dengan ilmu marketing atau bahasa umumnya “jualan”. Semua orang di dunia ini ngga ada yang pernah ngga berkecimpung dengan ilmu marketing. Ya, semua manusia pasti pernah jualan. Sekelas orang yang kerja saja yang dijual ya kemampuannya. Dibayarnya pake apa? Gaji.
Artinya sebetulnya jualan itu ngga sulit-sulit amat. Karena semua orang pernah melakukannya. Saya juga gitu. Sedikit cerita, saya pertama kali jualan itu pas jamn saya kelas 3 SD. Jadi ceritanya dulu saya itu suka banget ngegambar, apapun saya gambar dan pernah juga ikutan lomba melukis dari jaman saya masih TK. :D. sampe ada suatu waktu temen saya ngeliat gambar-gambar saya dan ternyata dia suka. Dia bilang “ gambarmu bagus, aku minta satu ya” saya bilang ‘jangan.. ini koleksiku. Kecuali kalau kamu mau bayar J
“kalau gitu, gimana kalo aku beli, 200 perak 1 gambar.
Saya bilang, “ 500 perak deh”
“ yaudah deh 500 perak..”
Itu adalah sedikit contoh teknik marketing sederhana. Dan dalam sebuah bisnis, marketing adalah satu hal yang penting bahkan paling penting diantara komponen penting lainnya. Ilmu marketing yang membuat sebuah bisnis tetap berjalan. Ilmu marketing yang membuat SDM yang berkecimpung menjadi terberdayakan.
Nah, jika dalam bisnis saja jualan begitu penting tidakkah dalam Dakwah juga demikian?
Dakwah  adalah bagian dari ilmu marketing. Jika tak ada dakwah akankah agama ini tetap hidup? Saya rasa tidak. Bahkan rasul pernah menggambarkan dalam sebuah hadits
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Daary radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemerintah kaum muslimin dan rakyatnya (kaum muslimin)”. (HR. Muslim)
Islam ini hidup oleh para pengembannya. Terbayang, jika ia tak hidup, mana mungkin keberadaan islam bisa tersebar hingga saat ini. Bahkan para pemeluknya terus bertambah tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Pastilah ada orang-orang yang menyampaikannya. Maka selayaknya jika kita serius dalam bisnis maka serius pulalah dengan dakwah menyampaikan islam. Sebab diri kita hidup karena aturan islam juga masih hidup dalam kehidupan kita. Sebab lihatlah, bagaimana aturan islam ini sebagian besar telah ditinggalkan, justru kerusakan dan kehancuran yang semakin jelas terlihat. Wallahu’alam


Jika Hilang Waktu Maka Menyesal Tiada Guna (ODOP Day 4 of 99)


          Tak ada kerugian yang paling besar selain kehilangan waktu. Hanya penyesalan yang bisa diratapi. Padahal melalui ayat-ayat-Nya, Allah SWT telah memberikan peringatan bagi manusia sebagai makhluk berakal. Betapa manusia selalu dalam kerugian.

“Demi Waktu. Sesungguhnya manusia selalu dalam kerugian” (Al ‘Ashr :1-2)

Dalam ayat lain disebutkan pula

“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya andaikan kami taat kepada Allah dan taat (pula)kepada Rasul ( TQS. Al Ahzab : 66)

Tak hanya satu dua ayat saja Allah berbicara tentang waktu yang takkan kembali. Puluhan ayat berbicara tentang celakanya orang yang menyia-nyiakan waktu dan akalnya. Namun tak sedikit dari manusia melalaikan peringatan ini. Bahkan Rasulullah sebagai penyampai risalahpun telah memberikan gambaran mengenai apa yang akan Allah minta untuk dipertanggungjawabkan oleh manusia. Dalam hadits yang cukup panjang Rasulullah ingin menggambarkan perkara-perkara yang Allah tanyakan.

“Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam dihari kiamat dari sisi Rabb-Nya, hingga dia ditanya tentang lima perkara (yaitu) tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia dapatkan, dan dalam hal apa (hartanya tersebut) ia belanjakan dan apa saja yang telah ia perbuat dari ilmu yang dimilikinya.”( HR. Ath tirmidzi no. 2416, Ath Thabrani dalam Al-Mu’jam Al Kabir jilid 10 hal 8 hadits no. 9722 dan hadits ini telah dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah al Ahadits Ashahihah no. 946)
Sungguh bahwa setiap perkataan dan perbuatan kita akan dihisab dan takkan ada yang luput dari perhitungan Allah SWT. Namun, Seseorang yang mempunyai keimanan terhadap kehidupan akhirat tentunya akan benar-benar memanfaatkan umur dan masa mudanya sebaik mungkin. Dia akan mengisi hari-harinya dengan hal yang bermanfaat. disaat dia lalai dan berbuat salah kepada Allah, iapun akan segera bertaubat. 
Lihatlah bagaimana Ibnu al Qoyyim membandingkan antara kematian dan hilangnya waktu 
“Kehilangan waktu itu lebih sulit daripada kematian, karena kehilangan waktu membuatmu jauh dari Allah dan hari Akhir, sementara kematian membuatmu jauh dari kehidupan dunia dan penghuninya saja”
   Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang beruntung. Sebagaimana yang digambarkan dalam al Quran tentang pengecualian diantara manusia-manusia yang ada dalam kerugian 
"Kecuali .orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran." (TQS. Al Ashr : 3)
Wallahu'alam


Garut, sore hari yang dingin selepas hujan.

Rabu, 17 Januari 2018

Anakku Keranjingan Gadget (ODOP Day 3 of 99)



Tidak dipungkiri di era digital hari ini gadget menjadi salah satu alat yang penting oleh sebagian besar kalangan. Kecanggihan teknologi telah memudahkan segalanya. Akses informasi –terlepas berita hoax atau tidak- menjadi sangat mudah untuk kita peroleh hanya dalam waktu hitungan detik. Sekedar melepas kangen misalnya dengan kerabat jauh kini bukanlah hambatan. barang-barang yang  kita butuhkan atau inginkan bisa kita peroleh dengan hanya memegang gadget tanpa harus lelah. Bahkan sampai ibu rumah tangga saja bisa memanfaatkan gadget untuk bisa meraup rezeki dengan berjualan online yang hanya bermodal HP.
Namun disisi lain, gadget telah merusak sebagian dari generasi zaman now. Ketergantungan terhadap gedget ternyata juga memberikan efek negatif ketika tidak ada kontrol. Kasus dua pasien sakit jiwa di bondowoso menjadi salah satu contoh kecil efek dari gadget yang tanpa kontrol. Dua pasien tersebut diduga mengalami masalah kejiwaan akibat kecanduan gadget. Awalnya kedua anak tersebut -diketahui baru berusia 14 tahun dan 16 tahun- difasilitasi laptop sebagai sarana untuk mengerjakan tugas oleh orangtuanya. Di tahun pertama belum ada masalah. Prestasi dan interaksi terhadap relasi masih terbilang normal. Namun memasuki tahun kedua muncul gejala-gejala aneh seperti tidak mau sekolah, prestasi mereka menurun, berkurangnya interaksi di luar rumahdan juga menjadi lebih sensitif. Reaksi makin parah adalah mereka sangat membenci orangtua mereka ketiak tidak diberi gadget. Bahkan keduanya terlihat sepperti orang sakau. Membentur-benturkan kepala ke tembok, menendang lemari sampai memukul kepala mereka sendiri.
Menurut Dokter Spesialis Kejiwaan, dr. Dewi Prisca bahwa otak kita memiliki pagian yang disebut dengan Prefrontal Cortex yang ia berfungsi salah satunya untuk menimbang mana benar atau salah, ketika bagian tersebut mengalami kerusakan akibat adanya kecanduan maka bagian ini akan mengecil sehingga menyebabkan sulit untuk membedakan mana hal yang benar atau salah.
Iapun meyakini sebenarnya sekarang banyak anak yang mengalami kasus serupa. Tapi orang tuanya enggan mengkonsultasikan anaknya ke rumah sakit atau kurang menyadari masalah yang tengah dihadapi si anak. Ia juga menjelaskan kasus dua anak itu hendaknya menjadi peringatan keras bagi semua orang tua dan semua pemangku kepentingan di sekolah agar anak betul-betul mendapat perhatian. Jangan sampai gadget mengalihkan dunianya hingga anak keranjingan alis kecanduan gadget.
Selayaknya orang tua mempunyai peran aktif dalam mendidik anak. Sebab anak-anak tentu membutuhkan perhatian dan keberadaan orang-orang terdekatnya. Jangan sampai masa tumbuh kembang anak-anak kita diisi dan teralihkan oleh gadget. Sebab sejatinya gadget dimanfaatkan untuk memudahkan penggunanya bukan malah merusak. Jangan sampai orang tua juga tersibukan dengan aktivitas lain hingga melalaikan perannya membersamai anak.


Garut, 17 januari 2018


\

Selasa, 16 Januari 2018

Berkaryalah untuk Akhiratmu (ODOP day 2 of 99)



Pernah ngga ngerasa bosen?
Males ngerjain apapun?
Ngga punya mood buat melakukan sesuatu?
Atau malah bosen kaena ngelakuin hal yang itu itu aja?
Toss dulu...kita sama :D
Tapi beneran! Kemarin-kemarin saya lagi ngerasa bosen banget. Sejak berhenti dari aktivitas mengajar di sekolah saya jadi seperti merasa kehilangan gairah untuk melakukan sesuatu. Dulu, ketika mengajar saya punya kesibukan dari pagi hingga sore. Kegiatan sehari-hari terisi oleh kegiatan positif seperti mengajar kelas tahfizh, sholat duha bersama anak-anak, mengadakan kegiatan di luar sekolah atau ekstrakurikuler jadinya ngerasa tenaga yang dikeluarkan ngga sia-sia.. tapi semenjak berhenti malah bingung mau melakukan apa. Seolah ingin melakukan suatu hal tapi bingung darimana harus memulai.  Kadang saya berpikir, apakah kalau fokus di rumah harus menunggu kegiatan domestik ( mengurus anak dan urusan rumah tangga) jadi ber”bobot”?? Rasanya tidak.
Ceritanya pas kondisi demikian, saya curhat ke suami.
“Mas, aku bosen. Pengen punya kegiatan di luar rumah. Apalagi kita juga belum punya anak. Boleh ya? Daripada aku bosen di rumah terus. Biar produktif.. “ kataku
Suamiku Cuma bilang, “ Justru karena belum punya anak, produktiflah di rumah. Bangun bisnis atau passion yang mau kamu kembangin dari rumah.”
Makjleb. Iya juga si. Tinggal di rumah belum tentu tidak bisa produktif. Justru dengan adanya waktu luang yang banyak harusnya lebih produktif. Masalah bosan itu hanya masalah apakah kita menikmati atau tidak apa yang kita lakukan. Harusnya kita berpikir setiap apa yang kita lakukan baik urusan domestik maupun “luar negeri” semuanya harus kita niatkan untuk bisa menghasilkan karya. Tapi tak sekedar berkarya, karya kita harus sampai menembus akhirat
“dunia adalah ladang akhirat” begitu uangkapan dalam sebuah hadist
Artinya hiduplah untuk akhiratmu. Berkaryalah sebanyak yang engkau mampu dan lakukanlah untuk menggapai akhirat. Sebab teladan kita nabi Muhamad SAW telah banyak menggambarkan bahwa kehidupan dunia ini sebentar. Akhiratlah tempat kembali. Carilah bekal yang cukup untuk akhiratmu. Berkaryalah untuk akhiratmu. Wallahu’alam

Garut, 16 Januari 2018


Senin, 15 Januari 2018

MENGHADAPI KEHIDUPAN PASCA NIKAH (ODOP Day 1 of 99)


Menikah memang menjadi dambaan setiap orang. Saya sendiripun begitu dan pasti siapapun berharap bisa menemukan jodoh atau pasangannya diusia yang dinilai matang. Namun pernahkah terpikir bagaimana kehidupan setelah menikah?
Jikalau melihat pesta pernikahan baik diadakan sederhana atau mewah pastilah pasangan yang baru menikah tengah merasakan bahagia. Namun kehidupan setelah menikah tentulah tak sama dengan keadaan ketika mengadakan pesta pernikahan yang dirayakan dengan penuh suka cita. Memanglah benar bahwa setelah menikah seolah kebahagiaan itu akan terus hadir, kesedihan tak akan berlangsung lama sebab sudah ada yang membersamai. Bahkan teman saya selalu dilanda kegalauan sebab sudah sangat berharap ingin menikah karena merasa bahwa ia kesepian.
Sebelum jauh ngebahas hal tersebut, alasan kenapa akhirnya saya membahas ini walaupun mungkin lamanya pernikahan saya dengan suami belum sejauh para pasangan yang lain dan pastinya, pengalamanpun tak sebanyak mereka yang sudah menikah bertahun-tahun. Tapi setidaknya saya ingin sedikit berbagi bahwa kehidupan pasca menikah tak seperti kehidupan pernikahan Cinderella atau drama korea yng punya alur cerita setelah menikah tidak lama setelah itu punya anak, kehidupan mapan, punya rumah dan mobil pribadi akhirnya hidup bahagia. Helloo..sayang kehidupan pernikahan tak seindah yang dibayangkan.
Kehidupan pasca menikah adalah kehidupan yang sebetulnya tidak jauh dengan kehidupan keluarga kita, banyak pertengkaran, kegaduhan, tidak melulu soal bahagia, tidak melulu soal jalan-jalan tapi semua bercampur jadi satu. Ikatan pernikahan ini diikat oleh sebuah komitmen. Komitmen untuk berusaha satu frekuensi. Sebab jika tak satu frekuensi dan arah jadilah pernikahan berujung pada perceraian. Oleh karenanya kehidupan pasca menikah itu butuh sesuatu yang realistis bukan melulu soal cinta. Walaupun tetap butuh cinta. Tapi intinya kehidupan setelah menikah itu tak seperti lagu Ari Lasso “ badai...pasti berlaluuu” (bacanya jangan sambil nyanyi yaa :D)yang ada jika badai yang satu terlah berlalu maka akan ada badai yang lain bisa jadi tanah longsor, gempa bumi dan lain sebagainya. Selebihnya bahwa kekuatan untuk berkomitmen menjaga ikatan pernikahan butuh antardua belah pihak agar badai pernikahan yang dilalui tak berujung pada hancurnya kehidupan rumah tangga.


Tasikmalaya, 15 Januari 2018