Langsung ke konten utama

DORONGAN PERBUATAN (ODOP Day 33 of 99)

Setiap aktivitas memuliki dorongan perbuatannya. Baik yang bersifat sebentar maupun jangka waktu lama. Jika dorongan tersebut sifatnya hanya sementara atau sebentar maka wajar jika dorongan tersebut hanya ada diawal-awal saja atau ketika ada sesuatu yang membuatnya bangkit. Sisanya jika perbuatan itu bersifat rutin maka ia takkan menikmati atau melakukannya hanya karena keterpaksaan. Contoh ketika suatu waktu saya pernah bertanya kepada salah seorang teman, "bagaimana rasanya bekerja?". Lalu ia menjawab "cuma gitu-gitu aja" 
Berbeda dengan orang yang betul yakin apa yang membuatnya terdorong untuk melakukan suatu perbuatan sehingga dorongan tersebut seolah-olah terpatri dalam dirinya. Maka perbuatan tersebut akan ia nikmati sebab dorongan tersebut selalu ada selama ia meyakininya. 
Dalam hal ada tiga dorongan yang membuat manusia mau bergerak. 
Pertama, dorongan ekonomi atau materi. Dorongan ini berada pada level terendah. Perbuatannya akan dilakukan jika ada iming-iming materi
Kedua, dorongan emosional. Hal ini, suatu pedrbuatan akan dilakukan jika ada kondisi kepepet. Misal seorang siswa atau karyawan yang mengerjakan tugas karena deadline.
Ketiga, dorongan keyakinan. Dalam hal ini suayu perbuatan akan ia lakukan dan nikmati selama ia punya keyakinan tersebut walaupun tak ada iming-iming materi atau adanya deadline. Inilah yang terjadi diantara generasi muslim terdahulu. Mereka menikmati setiap apa yang diperintahkan Rasulullah asal hal tersebut mereka yakini benar adanya. Wajar jika setiap yang mereka lakukan mempunyai dorongan yang kuat serta berdampak luas baik bagi dirinya maupun untuk kebangkitan islam.  Wallahu’alam 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...