Langsung ke konten utama

Tak Perlu Ditangisi (ODOP Day 23 of 99)

#Edisi Curcol

Sakit memang ketika orang lain hanya melihat seseorang apakah ia terkenal atau tidak. Apakah ia hebat atau tidak. Akan Jauh tak terjamah ketika aku bukan siapa-siapa. Boro-boro bertutur sapa, sekedar melirik sajapun mungkin enggan. Tak penting baginya sebab aku hanya angin lalu yang sekedar mampir.

Tapi hidup bukan tentang apa yang kita rasa atau yang kita lihat. Aku melihat orang lain begitu padaku bisa jadi merekapun begitu melihatku. Tapi apa aku salah jika aku meminta sedikit perhatian mereka? Bukan karena aku punya apa-apa untuk bisa dibanggakan tapi lebih karena aku dan mereka pernah ada dalam kebersamaan.

Mungkin Tak beri perhatian bukan berarti tak mau mendekat atau bertutur sapa. Husnudzan saja, bisa jadi ia lupa karena aku tak lebih dari seorang yang sekedar lewat walaupun pernah bertahun-tahun bersamanya. Ah sama saja.

Tapi tak penting bagiku memikirkan orang-orang seperti mereka yang tak pernah peduli. Banyak hal lain yang lebih penting yang bisa aku pikirkan. Banyak hal yang bisa aku lakukan bersama orang-orang yang peduli padaku walaupun mungkin hanya satu orang. Ya, satu orang bagiku jauh lebih berharga daripda kebanyakan manusia yang hanya bermanis muka ketika bertemu. Bisa jadi, suatu saat ia akan menyapa dan peduli padaku jika aku terkenal. Tapi itu masih mungkin.

Ya, inilah curhat kesendirianku. Tapi Sungguh aku tak ingin berlarut dengan kesendirianku yang tak ada sedikitpun orang bertanya tentangku. Ada banyak hal yang bisa aku perbuat sebab hidup ini memang hanya sekedar memberi manfaat. Sebab hari ini orang tak memberi manfaat siap-siap saja akan cepat musnah dan menghilang dari peradaban.

Rasanya ingin menangis. Namun, agaknya tak perlu ditangisi terlalu lama. Sebab menangis hanya membuang-buang waktu jika karena manusia. Manusia memang selalu membuat menangis manusia lain. jahat. Tak ayal, pengharapan pada manusia sering berbuah kekecewaan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Aktif kembali!

  sudah lebih dari setahun lewat beberapamhari akhirnya saya kembali membuka blog ini. tulisan pertama tahun ini, kira-kira tentang apa ya?  akhirnya diputuskan bahwa tulisan tahun ini akan dimulai tentang serba-serbi ilmu tentang rumah tangga. kenapa? karena kajian atau ilmu rumah tangga masih sangat sedikit. padahal ilmu rumah tangga ini sangatlah penting. tidak kalah pentingnya dengan ilmu parenting. So, tunggu postingan selanjutnya ya.  Jangan lupa follow blogku ya 😘 sekian

Membangun Asa Pemerataan Pendidikan di Wilayah Timur Indonesia bersama PFP

Sumber : pixabay.com Sudah tahun 2024, namun pemerataan pendidikan masih jadi PR di negeri ini . Negeri yang punya potensi besar, namun masyarakatnya masih jauh dari mimpi SDM yang berkualitas. Namun kita tak patut hanya mengkritik tanpa ada aksi nyata.  Ada cerita yang sering aku  dengar dari Ayahku, saat aku kecil. Dulu, ayahku  bercerita bahwa  ia sangat ingin sekali mengenyam pendidikan hingga Perguruan tinggi. Saat itu, ayahku adalah seorang siswa SMK. Namun saat beliau masih kelas dua,  keinginannya untuk bisa masuk perguruan tinggi harus kandas karena perubahan kebijakan di negeri ini. Beliau pun akhirnya bertekad agar semua anaknya bisa merasakan belajar hingga ke perguruan tinggi dan mimpi itu terwujud. Semua anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi.  Jika ayahku punya mimpi agar semua anak-anaknya bisa merasakan bangku kuliah, maka begitupun yang dilakukan oleh Bhrisco Jordy Dudi Padatu. Pemuda kelahiran Jayapura yang punya s...