Langsung ke konten utama

Anakku Keranjingan Gadget (ODOP Day 3 of 99)



Tidak dipungkiri di era digital hari ini gadget menjadi salah satu alat yang penting oleh sebagian besar kalangan. Kecanggihan teknologi telah memudahkan segalanya. Akses informasi –terlepas berita hoax atau tidak- menjadi sangat mudah untuk kita peroleh hanya dalam waktu hitungan detik. Sekedar melepas kangen misalnya dengan kerabat jauh kini bukanlah hambatan. barang-barang yang  kita butuhkan atau inginkan bisa kita peroleh dengan hanya memegang gadget tanpa harus lelah. Bahkan sampai ibu rumah tangga saja bisa memanfaatkan gadget untuk bisa meraup rezeki dengan berjualan online yang hanya bermodal HP.
Namun disisi lain, gadget telah merusak sebagian dari generasi zaman now. Ketergantungan terhadap gedget ternyata juga memberikan efek negatif ketika tidak ada kontrol. Kasus dua pasien sakit jiwa di bondowoso menjadi salah satu contoh kecil efek dari gadget yang tanpa kontrol. Dua pasien tersebut diduga mengalami masalah kejiwaan akibat kecanduan gadget. Awalnya kedua anak tersebut -diketahui baru berusia 14 tahun dan 16 tahun- difasilitasi laptop sebagai sarana untuk mengerjakan tugas oleh orangtuanya. Di tahun pertama belum ada masalah. Prestasi dan interaksi terhadap relasi masih terbilang normal. Namun memasuki tahun kedua muncul gejala-gejala aneh seperti tidak mau sekolah, prestasi mereka menurun, berkurangnya interaksi di luar rumahdan juga menjadi lebih sensitif. Reaksi makin parah adalah mereka sangat membenci orangtua mereka ketiak tidak diberi gadget. Bahkan keduanya terlihat sepperti orang sakau. Membentur-benturkan kepala ke tembok, menendang lemari sampai memukul kepala mereka sendiri.
Menurut Dokter Spesialis Kejiwaan, dr. Dewi Prisca bahwa otak kita memiliki pagian yang disebut dengan Prefrontal Cortex yang ia berfungsi salah satunya untuk menimbang mana benar atau salah, ketika bagian tersebut mengalami kerusakan akibat adanya kecanduan maka bagian ini akan mengecil sehingga menyebabkan sulit untuk membedakan mana hal yang benar atau salah.
Iapun meyakini sebenarnya sekarang banyak anak yang mengalami kasus serupa. Tapi orang tuanya enggan mengkonsultasikan anaknya ke rumah sakit atau kurang menyadari masalah yang tengah dihadapi si anak. Ia juga menjelaskan kasus dua anak itu hendaknya menjadi peringatan keras bagi semua orang tua dan semua pemangku kepentingan di sekolah agar anak betul-betul mendapat perhatian. Jangan sampai gadget mengalihkan dunianya hingga anak keranjingan alis kecanduan gadget.
Selayaknya orang tua mempunyai peran aktif dalam mendidik anak. Sebab anak-anak tentu membutuhkan perhatian dan keberadaan orang-orang terdekatnya. Jangan sampai masa tumbuh kembang anak-anak kita diisi dan teralihkan oleh gadget. Sebab sejatinya gadget dimanfaatkan untuk memudahkan penggunanya bukan malah merusak. Jangan sampai orang tua juga tersibukan dengan aktivitas lain hingga melalaikan perannya membersamai anak.


Garut, 17 januari 2018


\

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...