Langsung ke konten utama

Pacaran: Pemenuhan Naluri atau Hawa Nafsu? (ODOP Day 17 of 99)


Kayanya ngga aneh ada kasus kaya gini. Miris? Pastinya. Tapi memnag bukan hal baru. Jauh sebeblum ini, kasus pembunuhan dengan beragam motif kerap masuk berita baik media cetak maupun online. Faktornya apa? Kalo pacaran dan berujung pada kehamilan yang tidak diiinginkan biasanya karena malu dan belum siap buat bertangggungjawab.
Kok bisa sih setega itu?
Cinta remaja-remaji saat ini udah ngga lagi bicara soal rasionalistas. Kalau sudah mabuk cinta maka semua bisa diterjang termasuk berhubungan seks. Kalau sudah hamil akhirnya bingung harus diapakan. Mau nikah, belum siap. Belum lagi malu yang harus ditanggung. Tak sedikit yang akhirnya mencoba menghilangkan jejak lewat aborsi atau yang lebih tega, sang pacar membunuh pacarnya sendiri agar lepas dari tangggungjawab. 

Trus kalau sudah begini siapa yang salah ? Cinta?

Secara fitrahnya manusia telah diberi dua potensi. Pertama potensi hidup yang terbagi dalam tiga naluri. salah satunya adalah naluri berkasih sayang. Inilah yang membuat manusia tumbuh rasa cinta diantara yang lain dan pastinya setiap manusia di dunia ini tidak ada yang tidak pernah merasakan jatuh cinta. keberadaan naluri tidak bisa dihilangkan maka sejatinya ia butuh yang namanya aturan. Ia perlu diatur agar tidak “salah jalan”.
Kedua, Akal. Inilah yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Akal digunakan untuk berpikir agar bisa membedakan mana yang baik atau buruk. Akal pula yang membuat kita menjaga diri dari hawa nafsu.  Selain itu fungsi akal bukan digunakan untuk membuat hukum sebab ketika manusia diciptakan oleh pencipta dunia ini yaitu Alllah SWT dengan sepaket aturanNya untuk mengatur hidup manusia. Oleh karenanya, akal digunakan untuk memahami hukum termasuk aturan dalam mengatur urusan jatuh cinta.

Orang yang jatuh cinta tidak bisa seenaknya mengungkapkan rasa cintanya untuk kemudian menjalin hubungan ilegal (baca : pacaran). Tapi bukan berarti aturan Allah SWT mengekang manusia untuk meredam rasa cintanya terhadap lawan jenis. Ada hukum yang mengaturnya yaitu lewat pernikahan. Kalau sudah begini, apapun yang dilakukan tidak akan menimbulkan kekhawatiran dan akan dijalani dengan tenang. Walalupun bukan berarti kehidupan rumah tangga tak ada masalah tapi setidaknya apa yang dijalani bukanlah bentuk kemaksiatan. Wallahu’alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...