Langsung ke konten utama

LGBT Marak : Haruskah Kami Kehilangan Generasi? (ODOP Day 11 of 99)

                                   (Ilustrasi :http://www.lampost.co/berita-lingkungan-dan-lgbt)

Realitas negeri ini mungkin tak beda jauh dengan cerita dalam film “Alangkah Lucunya Negeri Ini”. Hal yang seharusnya dalam undang-undang dan hukum mendapat sanksi tegas nyatanya menjadi sebuah fenomena yang menggurita dibiarkan bahkan tak sedikit memperoleh dukungan. Keberadaan praktek korupsi, menjual aset negara hingga masalah sosial seperti kasus KDRT, praktek kekerasan terhadap anak hingga LGBT yang sampai hari ini menjadi hal yang terus diperbincangkan.
Mengambil salah satu masalah yang hari ini ramai diperbicangkan yakni keberadaan LGBT tentu banyak kalangan yang mengangkat suara baik pro maupun kontra. Pro kontra mengenai keberadaan LGBT terus menyeruak pasca adanya hasil putusan MK bahwa LGBT tidak termasuk bagian tindakan kriminal. Hal ini seolah menjadi angin segar bagi kaum yang pro terhadap LGBT. Walaupun hasil putusan tidak berarti melakukan pembelaan terhadap keberadaan orang-orang LGBT dan pendukungnya namun putusan MK tentu menjadi pertanyaan besar kemana arah ketersetujuaannya? Ditambah dengan pernyataan salah satu mantan presenter berita TV nasional yang mengatakan bahwa sah-sah saja keberadaan LGBT dan mereka bisa punya punya keturunan dengan menyewarahim asal ada payung hukum yang tegas. Sungguh miris melihat realitas ini.
Bagaimana tidak, kami yang kontra terhadap keberadaan LGBT tentu punya alasan logis untuk menolak kaum LGBT. Sebab keberadaan mereka akan mengancam generasi masa depan yang akan menjadi penerus bangsa ini. Bagaimana kami bisa menjaga generasi kami jika keberadaan LGBT sudah menjadi sebuah komunitas atau gerakan yang membahayakan masa depan generasi kami?
Sudah berapa banyak data mengatakan bahwa LGBT telah menjadi salah satu penyebab munculnya HIV/AIDS. Mengutip data dari Kemenkes tahun 2012 bahwa sejak tahun 2009 keberdaan kaum gay terus meningkat signifikan. Ada sekitar 1.095.970 laki-laki yang berperilaku menyimpangjumlah ini naik 37% dari tahun 2009.  Di Amerika serikat misalnya, data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa pada tahun 2010 dari 50.000 infeksi HIV baru, ternyata 2/3 adalah dari komunitas kaum gay-MSM (male sex male) dan yang mengejutkan 1 diantara 5 gay yang terinfeksi HIV tidak peduli penyakit HIV AIDS dalam artian tidak ada usaha untuk mencegah HIV tertular ke orang lain.
Terbayang bagaimana gerakan ini akan merusak generasi masa depan. Dan terbayang pula bagaimana keberadaan mereka yang terserang oleh HIV AIDS merugikan APBN negara sebab penanganan mereka dijamin setiap bulannya selama seumur hidup oleh negara. Tentu keberadaan mereka menjadikan kami bertanya, benarkah mereka hanyalah kaum yang terdiskriminasi sehingga perlu untuk dirangkul dan diayomi seperti saran dari menteri agama?
Perkembangan mereka yang luar biasa tentu bukan sekedar individu per individu yang kemudian mengklain dirinya sebagai orang-orang yang terdiskriminasi tapi mereka adalah gerakan yang memperoleh dukungan. Sebuah badan PBB, United Nation Development Programme (UNDP) menjalin kemitraan regional dengan Kedutaan Swedia di Bangkok, Thailand dan USAID yang memberikan kucuran dana sebesar US$ 8 juta dengan fokus empat negara yaitu Indonesia, China, Filiphina dan Thailand untuk mendukung gerakan ini.
Disisi lain dukungan sistem hari ini memberikan ruang yang luas untuk mereka. Atas nama kebebasan dan HAM mereka bebas berekspresi di ruang publik. Terlebih dengan adanya pelegalan pernikahan sejenis yang resmi dilegalkan oleh Amerika serikat tahun 2015 seolah menjadi legitimasi bahwa mereka bisa hidup berdampingan dengan kami yang hidup normal seolah tidak ada masalah. Sungguh hal ini akan menjadi sebuah bencana besar. Bagaimana akan lahir generasi sehat jika tak ada pelestarian? Jikapun mereka menggunakan dalih bahwa bisa terus ada generasi lewat penyewaan rahim justru ini akan menambah daftar panjang kerusakan sebab secara tidak langsung mereka menghalalkan adanya perzinahan. Padahal jelas islam melarang keberadaan perzinahan. Dalam surat Al israa’ : 32 Allah SWT berfiman :
“Dan janganlah kamu mendekati Zina; sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan satu jalan yang buruk”
Zina adalah perbuatan buruk dan terlarang dan Islam melarang hal-hal yang bisa merusak keberadaan regenerasi makhluk hidup di Bumi. Islam menjaga manusia dari fitrahnya sebagai seorang manusia. Jika hari ini keberadaan LGBT dibiarkan bahkan menadapat dukungan, tentu hal ini akan merusak keberadaan generasi masa depan yang beradab dan unggul. Yang terjadi adalah hilangnya tatanan peradaban di masyarakat hingga tatanan yang terkecil yang bernama keluarga. Sebab jika LGBT dilegalkan tidak akan ada sosok ibu dalam keluarga. Selayaknya kita tidak lagi mempertahakan sistem yang menjaga maraknya keberadaan LGBT yang dinaungi oleh sistem sekulesrisme. Saatnya kita kembali pada fitrah kita yaitu kepada islam yang akan menjaga tatanan keluarga dan masyarakat dalam sebuah naungan yang akan menjaga dan melahirkan generasi unggul dan beradab dalam sebuah penerapan syariah islam dalam sistem pemerintahan islam  yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu’alam []
Dwi P Sugiarti

Aktivis Revowriter, Ibu rumah tangga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...