Langsung ke konten utama

BAPAK ( ODOP Day 10 of 99)

Hasil gambar


(www.pinterest.com)


“Bapak minta maaf, Nak. Bapak yang salah.“
Aku melihat pipinya basah. Matanya gerimis sambil tertunduk seolah menyesali sesuatu hal.
“Pak? Kenapa bapak meminta maaf? “
“Bapak ngga pernah memukul slamet, walaupun dulu bapak pernah mukul tapi aku sudah memaafkan bapak. “
Namun sepertinya ia tak kuasa berkata-kata lagi hingga kami terhanyaut keheningan dan Bapak pergi melangkah menuju ruang tamu.
Seolah tak pernah ada kejadian malam tadi, pagi itu seperti biasa bapak pergi mengayuh becak. Ya, ayahku hanya seorang tukang becak. Mencari serpihan rezeki dari mengayuh becak untuk mengais rezeki walaupun kami hanya tinggal berdua. Bapak bilang kalau ibu meninggal ketika usiaku masih satu tahun karena sakit.
Namun siang itu....
“Met...met...bapakmu..bapakmu pingsan.”
Seorang teman seperjuangan bapak yang sama-sama tukang becak berllumuran keringat karena ia berlari untuk memberitahu perihal bapak
“Sekarang bapakmu sudah dibawa kerumah sakit. Tadi bapakmu sempat muntah darah dan habis itu pingsan.“
Aku segera menemui bapak. Aku dapat kabar dari bibi rupanya sudah lama bapak sakit. Ya, ia terkena  kanker paru-paru stadium akhir. Selama ini memang bapak sering batuk-batuk apalagi ketika malam hari tapi aku tak menyadarinya kalau bapak terkena kanker paru.
Selang beberapa hari rupanya Bapak meminta pulang terlebih tak ada uang untuk membiayai bapak selama di rumah sakit. Kami pulang walau aku tak tahu apakah bapak lebih baik atau justru lebih buruk.
Malam itu sedikit berbeda, bapa hanya terbaring di ranjangnya. Tapi beliau memintaku untuk menemani malam ini saja. Namun rupanya raut wajah bapak terlihat gelisah hingga membuatnya tak bisa tidur.
“Bapak butuh sesuatu?” Aku bertanya padanya karena ia seperti menahan rasa sakit.
“Met, bapak ngga tahu apa Bapak masih bisa memaafkan diri bapa sendiri atas kepergian ibumu.”
Kembali bapak menitikkan air mata
“Dan apa kamu juga bisa memaafkan bapak.”
“Dulu waktu ada ibumu bapak sering ngga pulang ke rumah karena setiap malam bapak berjudi. Bahkan bapak jarang sekali memberi nafkah pada ibumu.“
“Ibumu itu orangnya sabar. Dia bahkan tidak pernah memperlihatkan kalau sedang marah. Ibumu lebih banyak diam. Hanya satu kali ia cerewet dalam satu hal.”
“Sholat, Nduk. Sholat”
“Bahkan menjelang kematiannya ia tidak pernah berhenti meminta kepad bapak untuk sholat. “
“Kata-kata ibumu terus terngiang-ngiang hingga ia benar-benar pergi meninggalkan Bapak. Mata sayunya yang dulu selalu terlihat ternyata karena ibumu sakit. Hingga akhirnya ajal menjemputnya. Semenjak tu bapak menyesal, menyesal karena tidak pernah bersama dengan kalian hingga ibumu pergi meninggalkan kita.“
“Nak, bapak ini ngga punya apa-apa yang bisa untuk dibagi. Bapak hanya ingin meneruskan pesan ibumu. Jangan pernah tinggalkan sholat, Nak.”
“Sebab ia yang akan menjaga perkataan dan perbutanmu. Sholatlah dengan benar. Ketika nanti kau berkeluarga maka didiklah anakmu dengan benar dan pesankan kepada mereka untuk jangan pernah meninggalkan sholat.”
Rasanya tak pernah aku menikmati malam seperti malam ini. Bapak tak pernah selama ini mengajak ngobrol denganku. Pesan bapak begitu mendalam. Ah, rasanya aku ingin mengulang saat-saat seperti ini.
Rupanya malam itu menjadi malam terakhir kebersamaanku dengan bapak. Ya, bapak telah tiada. Bapak pergi dengan pesan sederhana namun mandaalam. Keperginnya meninggalkan momen indah antara aku dengannya. Perbincangan tadi malam menajdi obrolAn yang menyisakan kenangan. Andai waktu bisa diputar, mungkin aku ingin  obrolan malam tadi dimulai sejak pertama kali aku masuk sekolah. Namun takdir berkata lain.
Selama ini memang bapak tak pernah banyak bicara. Bahkan untuk sekedar menyuruhku untuk sholatpun tak pernah. Tapi mungkin rupanya selama ini bapak berpikir bahwa aku tak boleh bernasib sama dengannya. Ia menyekolahkanku ke sebuah sekolah islam dan mengantarkanku untuk mengaji bersama Ustadz Abdullah setiap sore.
Bapak, mungkin kasihmu tak selembut ibu. Tapi kini aku tahu bahwa engkau punya cara sendiri memberikan kasih sayang dan perhatianmu.

Jatinangor

Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Hal yang Bisa Diambil dalam Film "Miskin Susah Kaya Susah"

Beberapa hari yang lalu saya menonton sebuah film tahun 2013 yang berjudul "Miskin Susah, Kaya Susah". Film ini diangkat dari sebuah cerpen berjudul "Pispot" karya Hamsad Rangkuti. Film ini sempat tayang di salah satu stasiun TV swasta di negeri ini.  Berkisah tentang sepasang suami istri miskin yang hidupnya begitu nelangsa di sebuah kampung kumuh di pinggiran kota. Mas Karyo (Epy Kusnandar) hanyalah seorang tukang tambal ban. Namun kenyataan pahit harus ia terima saat anaknya Tini menderita sakit tumor otak. Saroh, Sang istri meminta suaminya untuk membawa anaknya ke rumah sakit agar bisa ditolong dan ditangani pihak medis.  Mas Karyo menunggu orang yang mampir ke lapak tambal bannya Namun nasib ! ia hanya seorang tukang tambal ban yang tak punya penghasilan tetap. Di sisi lain ia merasa bimbang dan khawatir dengan kondisi Tini.berbagai upaya ia lakukan dari meminjam uang hingga menjual TV, satu-satunya barang berharga yang ia miliki. Namun...

Lakukan Hal ini untuk jadi Public Speaker yang Handal

Dua belas tahun lalu saya adalah mahasiswa yang cukup aktif dalam organisasi kampus. Saya sempat aktif sebagai anggota BEM fakultas dan masuk bidang Penalaran dimana salah satu fokusnya adalah mengadakan seminar atau workshop di tingkat fakultas. Pengalaman inilah yang saat itu membuat kemampuan public speaking saya meningkat meski saya belum pernah menjadi pembicara dalam sebuah event .  Saat itu, saya cukup aktif memberikan komentar atau pertanyaan saat berada dalam forum diskusi. Ya, meski rasa grogi bahkan takut melakukan kesalahan dalam berpendapat namun saya terus memberanikan diri untuk berbicara di publik.  Dua belas tahun berlalu, saya berpikir kemampuan itu seolah tak terpakai terlebih setelah saya menikah dan mempunyai anak. Saya lebih banyak belajar tentang sesuatu yang dekat dengan keseharian saya sebagai seorang istri dan ibu. Hingga suatu hari saya pernah diminta untuk mengisi diskusi kecil tentang kepenulisan karena saya aktif menulis di media dan juga menulis...

Negeri Tanpa Rasa (ODOP Day 27 of 99)

                                          https://www.youtube.com/watch?v=79FQRiBPPPQ Judul diatas merupakan salah satu judul film pendek berdurasi lima menit(diposting oleh akun Youtube: Ihsan Nur Azizi) yang cukup membuat saya tertarik sebab realitasnya ada dan terasa. Kebetulan sedang iseng mencari film-film pendek yang berisi kritik sosial,  akhirnya terpaut dengan film ini untuk sedikit memberi inspirasi opini lewat film tersebut.   Film ini menggambarkan tentang kondisi Indonesia dan rasanya sepertinya saya tidak perlu menggambarkan ulang lewat tulisan ini sebab apa yang ada dalam film tersebut sudah kita lihat sendiri baik lewat TV, sosial media atau langsung di depan mata kita sendiri. Negeri ini memang sudah “mati” rasa. Tak ada rasa iba terhadap sesama, tak punya rasa malu bahkan rasa-rasanya pemimpin negeri inipun telah lupa diri. Lihat saja, tak han...